Keris bagi orang Jawa mempunyai makna khusus. Keris dapat diartikan sesuai dengan bahan dan wujudnya, yaitu sebagai senjata. Tetapi dapat juga diartikan sebagai ilmu yang bermanfaat. Oleh karena itu dalam budaya Jawa seorang pria (dewasa) diwajibkan mempunyai senjata, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Tiga hal ini sebagai bekal hidupnya agar mandiri. Tanpa hal tersebut seorang pria akan menjadi kurang mandiri.
Karena mempunyai makna khusus, orang Jawa juga memperlakukan keris dengan cara khusus pula. Baik pada saat penyimpanan, pemakaian, perawatan maupun terhadap keris yang telah rusak ataupun cacat.
Penyimpanan keris yang baik adalah di tempat yang bersih, kering, tidak lembap dan stabil (tidak kena getaran). Untuk membersihkan keris (njamasi–bahasa Jawa) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Seperti pemilihan waktu, tempat/lokasi, alat dan bahan yang digunakan. Kecuali itu si pembersih keris harus dalam suasana hati yang tenang, dan selama pembersihan berlangsung tidak mendapat gangguan. Dengan demikian diharapkan hasil akhirnya adalah keris yang terlihat lebih baik, bagus dan ‘berwibawa’.
Bagi orang Jawa, keris yang cacat atau rusak biasanya dibuang, karena kurang baik apabila tetap disimpan. Pembuangan keris tidak dilakukan secara sembarangan tetapi ada cara-cara tersendiri. Istilahnya dilarung. Keris yang akan dilarung biasanya dibungkus kain putih/mori, kemudian dihanyutkan di sungai atau laut. Bila yang dipilih sungai, maka dicari lokasi yang dalam, deras dan jarang didatangi orang. Bila yang dipilih laut, biasanya orang yang akan melarung naik perahu. Setelah mendapatkan lokasi yang dianggap tepat maka keris segera dilarung.
Selain bahasanya yang jelas dan sederhana, buku ini juga dilengkapi berbagai gambar,yang sangat membantu untuk lebih memahami isi buku.
Judul: Petunjuk Praktis Merawat Keris
Penulis: Ki Dwidjosaputro
Penerbi: Buana Minggu, 1980, Jakarta
Bahasa: Indonesia
Jumlah halaman: 45 Koleksi Perpustakaan Tembi Rumah Budaya
No responses yet