Kwatrin Tangis
Dengan nazar yakin paling tangguh
Pasrah kususuri bebatuan laut
Juga panjang rintang di ujung mata
Hingga, deru mesin-mesin kapal sesak di rongga dada
Menghunus riak zaman masa silam
Pada tetas rinai hujan di kotaku
Lalu, segalanya meretas dengan lepas
Mengabarkan getir langit-langit yang mengkeruh di pematang luka
Maka, adalah segenap tangis
Kerap kali beritmis dengan ketabahan
Annuqayah,2020
Fragmen Penantian
Kadangkala, aku terlalu rakus pada sepi
Pasrah tetap menunaikan harap
Dengan segenap keresahan yang menyala
Lalu, aku mencoba menulis seribu baris puisi untuk perempuan
Padahal, perempuan yang hendak kutulis
Sudah nyata sebatas bayang-bayang penantian
Malam ini, dengan pandang mata sunyi
Aku bersaksi:
Bahwa aku benar-benar lupa tentang diri
Sebab, setiap teduh di wajahmu
Ialah surga bagi hatiku
Barangkali, kegilaanku melebihi batas, Kasih
Mutlak mabuk mencintaimu
Annuqayah,2020
Ritus Kesunyian
(Menghidupkan kembali nama Wiji Thukul)
“Masih saja, aku belajar cara bangkit
Sebab, kegagalan dalam merangkum
Ialah keniscayaan paling nihil”
Selamat puisi, bang Wiji
Selamat kembali menenun diksi-diksi di jantung sunyi
Dengan kesaksiann retas majas-majas
Juga asa panjangku saban mata
Barangkali, jalan kata-kataku masihlah penuh dengan debu
Kerap memasrahkan diam
Pada ritus kantukku di dada malam
Hinggga, sebongkah baris yang merenung
Menenggelamkan kerancuan di rahim mimpi
Selamat puisi, bang Wiji
Ingin senantiasa aku terlelap
Sekedar membaringkan tubuh-tubuh lelah
Di pekarangan rumah puisimu yang hakiki
Annuqayah,2020
Narasi Gedung-Gedung Khayal
Aku ingin merdeka dari sepi
Merajut gedung-gedung khayal dalam kelam
Pasrah menerjemahkan baris-baris gigil di busung waktu
Lalu, mengalirkan tunas-tunas mimpi
Pada panjang lelapku saban malam
Tiba-tiba, dengan tanpa sadar
Renungku berlalu begitu cepat
Mengulur dzikir-dzikir daun
Juga nazar kekar purnama di pangkuan langit
Hingga, bising-bising sunyi
Tak lagi menjadi keheningan
Annuqayah,2020
Tuan, Jangan Main-Main Denganku
Tuan, jangan main-main merajamku
Sebab, dadaku batu paling keras
Mengabadikan bisu di kedalaman mimpi
Lalu, tandas menangkas
Bara amarahmu yang begitu dangkal
Ingat, Tuan
Aku batu
Buka kayu sepertimu
Annuqayah,2020
Firmansyah Evangelia, nama pena dari Andre Yansyah , lahir di Pulau Giliyang, menyukai puisi dan teater sejak aktif di komunitas PERSI (Penyisir Sastra Iksabad), Buku puisinya : Duri-duri bunga mawar (FAM publising 2019), Rubaiyat Rindu (Jendela Sastra Indonesia 2019). Saat ini menjabat sebagai Ketua komunitas PERSI (Penyisir Sastra Iksabad) periode 2019-2020.
No responses yet