Kisah Pejuang dari Makassar Maulwi Saelan, Sang Penjaga Terakhir Presiden Soekarno

Maulwi Saelan lahir di Makassar, Sulawesi Selatan 8 Agustus 1926. Jiwa nasionalisme Maulwi (dan juga saudara-saudaranya – 8 bersaudara) sudah terbentuk sejak kecil melalui lingkungan keluarga. Tetapi Maulwi baru terlibat dalam perjuangan secara langsung setelah Jepang kalah dan Belanda kembali masuk Makassar (Indonesia). Pada waktu itu Maulwi duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nasional yang didirikan pemerintah Republik Indonesia. Maulwi tergabung dalam Tentara Pelajar (TP) Sulawesi Selatan.

Salah satu aksi Maulwi adalah memimpin penyerangan Hotel Empress (markas sekaligus tempat tinggal perwira NICA)  pada tanggal 29 Oktober 1945. Maulwi beserta beberapa kawannya tertangkap Belanda dan dipenjara. Berkat campur tangan Sam Ratulangi (gubernur Sulawesi Selatan) mereka dibebaskan pada tanggal 1 Januari 1946.

Maulwi dan Emmy (kakaknya) kemudian pergi ke Polongbangkeng bergabung bersama pejuang lain. Tergabung dalam pasukan Harimau, Maulwi dan kawan-kawannya bergerilya menyerang Belanda. Malam masuk kota untuk melakukan penyerangan, pagi menghilang masuk pedesaan/hutan.

Desember 1946 dapat dikatakan Kota Makassar terisolasi (semua jalaur terputus atau dikuasai pejuang) sehingga Belanda kesulitan berkomunikasi dengan pihak luar. Menyadari bahwa rakyat sipil adalah pendukung utama pejuang, Belanda membuat siasat baru, yaitu memisahkan rakyat dengan pejuang. Rakyat diteror, bahkan dipaksa untuk menunjukkan dan mencari  gerilyawan.

Pertengahan 1947 atas pertimbangan perjuangan jangka panjang, sebagian pejuang dikirim ke Jawa. Tujuannya mencari bantuan senjata dan tenaga baru. Salah satunya adalah Maulwi. Dari Makassar Maulwi menuju Karimunjawa, kemudian Tegal. Dari Tegal menuju Yogyakarta.

Palagan pertama bagi Maulwi di Jawa adalah di daerah Sidobunder, Kebumen, Jawa Tengah. Dalam pertempuran ini Maulwi kehilangan banyak rekannya. Maulwi dan sisa pasukannya (TP Sulawesi) kembali ke Yogyakarta untuk  ‘beristirahat’.

Maulwi yang waktu itu sudah berpangkat kapten  kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas. Saat Belanda melancarkan Agresi Militer di Yogyakarta, TP Sulawesi mendapat tugas memperkuat Staf Operasi Brigade XVI, (gabungan semua pasukan dari luar Jawa) yang berada di Malang. Maulwi kemudian kembali ke Yogyakarta, dan pindah dari pasukan infanteri ke Corps Polisi Militer (CPM).

Tahun 1960 Maulwi mengikuti pendidikan terjun payung di Batujajar, untuk persiapan terjun ke Irian (kini Papua) dalam operasi Mandala. Maulwi yang saat itu sudah berada di Makassar tiba-tiba mendapat panggilan ke Jakarta. Maulwi dipanggil dalam rangka pembentukan pasukan pengawal presiden. Alasannya pengawalan  presiden selama ini kurang memadai, apalagi setelah terjadi serangkaian percobaan pembunuhan.

Tanggal 6 Juni 1962, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan resimen khusus yang bertanggung jawab penuh menjaga keselamatan presiden dan keluarganya. Pasukan khusus tersebut diberi nama Tjakrabirawa.Kekuatan resimen Tjakrabirawa terdiri 3.000 personel, yang merupakan orang-orang pilihan dari empat angkatan.  Komandan Tjakrabirawa adalah Kolonel CPM Sabur, sedangkan wakilnya Kolonel Maulwi Saelan. Maulwi menjalankan tugas dengan dedikasi tinggi. Setelah peristiwa G30S/PKI, Maulwi tetap gigih membela Soekarno.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Maulwi menjadi tahanan politik. Tuduhannya dianggap pro gerakan G30S/PKI, tuduhan sama yang dialamatkan ke resimen Tjakrabirawa. Setelah dipenjara selama 12 tahun Maulwi baru dibebaskan. Nama Tjakrabirawa baru “dipulihkan” atau “dibersihkan” kembali setelah Megawati (putri Soekarno) terpilih sebagai presiden.

Maulwi Saelan
Maulwi Saelan

Judul: Maulwi Saelan. Penjaga Terakhir Soekarno
Penulis: Asvi Warman Adam, dkk
Penerbit: Kompas, 2014, Yogyakarta
Bahasa: Indonesia
Jumlah halaman: xii + 376 Koleksi Perpustakaan Tembi Rumah Budaya

Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×