Pesisir Mendesir
melihat pesisir
melihat Indonesia raya sekarang
melihat lomba saling sikat dan sikut
melihat para ambisi kekuasaan
melihat pesisir tak berdesir
gersang tanpa angin
panas tanpa hujan
Indonesia hari ini
Pesisir tak berdesir
11 September 2018-20
Penjual Pasir
pasir-pasiiiiir,
pasir mas
beli dua dapat tiga
pasir, pasiiiir.
pasir mas?
bisa buat oleh-oleh keluarga di rumah
maaf mas, mau beli pasir?
mumpung masih hangat
-2020
Struktur Rindu
Ambilah air
minumlah
Telan pelan-pelan
Lalu alirkan ke relung jiwa
Madura, 2018–20
Sejengkal Tanah di Gurang-Garing
di pintumu aku melihat tanah lapang dengan hijau semangka
pasir memutih di jariku yang dingin
waktu terus berdetak beriring ambisi otak manusia
dan bulan pun enggan menampungnya
tersebab luas lahan yang terpenjara waktu
sejengkal tanah begitu mahal di dada
murah di kedalaman makna
aku menoleh ke utara dan ke timur
dimanakah masa depan Madura
bila tanah-tanah terhias tambak udang
waktu terus bergulir
meratapi keganasan pasir
yang tak berdesir
cemara pun kering di tepi kusir
malam pun terang cahaya lampu
menjaga hidup udang yang laku
dimanakah masa depan Madura
bila tambak udang menjadi seni berdagang
dan pohon-pohon mulai tumbang
dimanakah masa depan Madura
Madura, November, 2020
Dimanakah Madura
dimanakah Madura
bila provinsi menjadi damba
bila fosfat menjadi daya
bila gas dan minyak menjadi incar
bila tanah menjadi kota suci
bila reklamasi menjadi tradisi
dimanakah Madura?
Madura, 2020
Matroni Muserang, lahir di Sumenep dan tinggal di Sumenep, buku pertamanya Aku dan Pintu (tereboks, Bekasi, 2020). Puisi2 karyanya yang lain tergabung dalam sejumlah antologi puisi bersama penyair Indonesia lainnya, di antara antologi puisi seri Negeri Poci’, antologi puisi seri sastra tembi, dan sejumlah antologi puisi lainnya. Setalah sempat tinggal di Yogya dan menyelesaikan studinya, kini Matroni kembali ke Madura dan menjadi pengajar di sana.
No responses yet