Kopi Kemarau
Di tubuh getir yang nyeri
Engkau memeluk ilalang, di tanah gersang
Menyeruput kopi kemarau
Barngkali ku tiup angin
Bukan pada kopinya,
Tapi pada pekat kenangan
Karena terik mentari
Belum tentu menyinar ke hati
Barangkali memantul ke awan
Melukis rinduku tak berkesudahan.
(Damar Wulan, 2021)
Semakin Gelap
Bolehkah aku merintih pada bulan?
Kembalikan padaku seberkas cahaya
Menghilang sebelum riuh hujan menyetubuhi dunia
Sedangkan aku adalah air
Yang menanti di kampung hilir
Menggenangi keluh kesah di sudut lelap
Yang kusebut engkau setelah pagi memeluk erat
Maka di sekat dingin
Aku titipkan harap
Pada kicau burung sebelum gelap
Untuk membawa resah di dada
Ketika setia tak lagi engkau tulis sebagai luka.
(Damar Wulan, 2021)
Ayat-Ayat Hujan
Benar inikah Tuhan
Menciptakan gigil yang sedang telanjang
Menepi di beranda penuh kesah
Tak juga tanah mengubur diri berselimut sadah
Titik-titik air mengalir deras menghujam reranting
Mengkerlingkan tanju tersepuh asmara
Dicucuk senja berkelindan bianglala
Siapakah awan legam yang ditunggu separuh purnama
Telah engkau namakan hujan yang rapuh
Adalah ayat-ayat bersengaui melati ketika jatuh
Tempias ke kaki beranda menolak seruh
Bersama menikmati penggalan langit terjumbai luruh.
(Pamekasan, 2021)
Simpang Tiga Ke Pulau Garam
Sebelum musim, menyetubuhi tubuh reranting
Marilah bersambang ke ladang harapan
Bakal engkau papas sate-sate di pinggir Bangkalan
Demi asap mendulang ke awan
Tak juga soto Pamekasan
Yang hijrah dari pantauan
Setelah kami sulut rindu bersayap obor
Bersama runcing Arek Lancor
Teruslah mengejar timur
Hingga engkau temukan waktu memangkas umur
Di antara debur Talang Siring
Menghempas batu karang memecah hening
Maka sampailah di akhir masa menuai suka
Yang kami sebut Sumenep sebagai awal cerita
Tersulam dari berbagai sejarah
Adalah cara terindah menghapus resah.
(Sumenep, 2021)
Falsafah Pohon
Hanya kepakan burung
Telah menggugurkan daun-daun
Sumarah dengan kebahagiaan
Yang tertanam di lekuk tangan
Karena rahasia bayang-bayang
Tersusun antara siang dan malam
Barangkali jiwa-jiwa
Hanya memusatkan cahaya di ufuk senja
Dan pada warna tanah ini selalu tertanam
Mengakar arwah luka di kaki kenangan
Bahwa rindang tak selalu membuat terpana
Di segala bayang merebah makna.
(Sumenep, 2021)
Zainur Rahman, kelahiran Sumenep Jawa Timur pada tanggal 26 Maret 2000. Alumnus MTs. Al-Manar Brungbung Prenduan Sumenep dan MA 1 Annuqayah Guluk-guluk Sumenep. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif Fakultas Tarbiyah prodi Tadris Bahasa Inggris di Institut Agama Islam Negeri Madura (IAIN Madura). Bergiat di Komunitas Bengkel Sastra IAIN Madura. Karya-karyanya pernah termaktub di berbagai media cetak, daring dan antologi bersama, di antaranya; Koran Merapi, Bangka Pos, Rakyat Sultra, Riau Pos, Radar Cirebon, Radar Mojokerto, Radar Madura, Kabar Priangan Tasikmalaya, Minggu Pagi, Medan Pos, Chakra Bangsa, Pandemi Puisi (Dapur Sastra Jakarta) 2020, Sketsa Kasih Sang Dewi (Alinea) 2019, Banjarbaru Rainy Day Literary Festival 2020, Corona Mengepung Listrik Melambung (Kindai Seni Kreatif) 2020, Antologi Rantau (Komunitas Dari Negeri Poci) 2020, Antologi Alumni Munsi Menulis (KKK Publisher) 2020, Memantrai Dunia (Jejak Publisher) 2020, Generasi Cinta Damai (Tehawie) 2020, Selembar Daun Pisang (FAM Publishing), dan lain-lain. (Telp/WA : 087759721948)
No responses yet