Ubud Food Festival 2023 Usung Tema “Tanah”, Percakapan Tentang Kekayaan Citarasa, Kebudayaan dan Tradisi Makanan

Ubud Food Festival kembali diadakan dari 31 Juni hingga 2 Juli. Ini akan menjadi ajang bagi 40 chef, pengusaha, penulis, produsen, petani, pembuat film dan peneliti makanan lokal dan mancanegara ternama berkumpul di Ubud selama tiga hari untuk meramaikan percakapan tentang kekayaan citarasa, kebudayaan dan tradisi makanan.

Salah satu perayaan kuliner papan atas di Asia Tenggara, Ubud Food Festival (UFF), kembali dihadirkan di Ubud dari 30 Juni hingga 2 Juli. Dalam tiga hari yang penuh kegiatan, para chef yang kami tampilkan akan memasak inovasi terbaru mereka, didampingi oleh ketepatan citarasa yang tidak lekang waktu, sementara para pakar makanan kita akan membantu kita memahami teknologi makanan, praktik-praktik keberlanjutan serta metode perlindungan tanah terkini.

Tema festival tahun ini, ‘Tanah’ (Soil), adalah konsep inti yang mendasari beberapa acara diskusi yang bertujuan untuk memberi penghormatan kepada ekosistem kehidupan terpenting yang merawat kehidupan manusia, sembari mengikatkan kita pada sistem makanan, warisan kebudayaan dan tradisi kita.

“Sebagai sumber kehidupan, tanah senantiasa memberikan kita apa yang kita butuhkan. Tahun ini kami ingin memberi penghormatan bagi peranan penting dan fundamental yang ia mainkan. Tanah kita adalah seorang ibu spiritual yang bijak, yang seringkali kita lupakan, di waktu bersamaan saat ia selalu memberi kita makan, kita juga perlu memberinya perlindungan,” ujar UFF Founder and Director, Janet DeNeefe dalam rilis yang diterima tembi.

Akan hadir dalam festival tahun ini seorang talenta kuliner Filipina Johanne Siy, yang dinobatkan sebagai Chef Perempuan Terbaik Asia dari lembaga Asia’s 50 Best Restaurant. Siy telah bekerja di beberapa dapur terbaik dunia dan saat ini sedang mengepalai restoran Singapura Lolla, yang telah menyabet beberapa penghargaan. Di Mandapa, a Ritz-Carlton Reserve, ia akan menampilkan kuliner Eropa modern yang terilhami makanan Asia, dengan sentuhan Filipina.

Chef dan penulis makanan Indonesia Petty Pandean-Elliott, yang dikenal akan kreasi makanan Manado dan sajian Indonesia kontemporer penuh gairah yang ia sajikan, akan meluncurkan buku masak terbarunya, The Indonesian Table, lalu menyajikan sederetan kenduri di Amandari, hotel ikonik Ubud.

“Tema acara saya di UFF 2023 adalah The Balinese Table. Kami mengembangkan tema ini dari buku terbaru saya The Indonesian Table yang diterbitkan secara global oleh Phaidon bulan April tahun ini dan tentunya, kami juga akan menampilkan beberapa resep dari buku tersebut,” ujar Petty Elliott.

Peneliti makanan asli Italia, Gabriele Castagnetti, akan membagikan pelajaran yang ia dapatkan dari proyeknya dengan kenari Maluku, yakni gelato vegan Nth Wonder oleh FairFlavor, untuk sekaligus membahas misinya mempromosikan produk berbasis tanaman dan membantu para petani di Indonesia Timur.

Di antara beberapa pembicara tentang warisan kebudayaan kuliner, ada Dicky Senda, dari komunitas Lakoat Kujawas di desa Taiftob, Mollo, Timor, yang telah mengembangkan sebuah perpustakaan warga terpadu dengan pusat arsip kearifan lokal, sebuah laboratorium pangan dan sebuah buku resep. Ia akan menampikan makanan Mollo dalam sebuah long table lunchdi Casa Luna, bersama dengan Charles Toto, yang terkenal sebagai Jungle Chef, dari Papua.

Lalu kami juga akan menampilkan Rahel Stephanie, pendiri Spoons – sebuah klub santap berbasis tanaman. Ia juga fokus untuk memasak makanan otentik Indonesia.

Stephanie mengatakan bahwa dalam UFF tahun ini, ia akan menampilkan kedalaman dan kerumitan citarasa makanan berbasis tanaman Indonesia.

Karya seni UFF tahun ini dibuat oleh seorang seniman Bali berusia 14 tahun bernama Ni Wayan Tiksna Gangga, dari Batuan, desa yang terkenal sebagai pusat seni rupa tradisional. Kami memilih seorang gadis muda untuk menciptakan desain tahun ini karena masa depan adalah milik anak muda dan perempuan memainkan peranan penting dalam melestarikan planet kita,” ujar DeNeefe.

Karya seni Gangga berfokus pada sistem kehidupan bawah tanah yang merupakan sumber gizi untuk semua bahan pangan yang kita santap, mulai dari buah-buahan tropis hingga nasi.

“Bahan-bahan yang saya gunakan untuk karya seni ini berasal dari alam, seperti bunga telang, kulit buah dan arak Bali. Saya memilih materi organik untuk mencerminkan konsep kebudayaan Bali yang mengutamakan keseimbangan antara manusia dan alam. Karya ini juga mengangkat isu pelestarian tanah,” ujar Gangga.

Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×