Raden Saleh

Perjalanan Hidup Raden Saleh, Perintis Seni Lukis Indonesia

Raden Saleh Sharief Bustaman lahir tahun 1807 di Terbaya dekat Semarang. Ayahnya bernama Sayid Husen bin Alwi bin Awal, sedang ibunya bernama Raden Ayu Sarif Husen. Masa kanak-kanak Raden Saleh sebagian besar berada di bawah asuhan pamannya, yaitu Raden Adipati Sosrohadimenggolo, bupati Terbaya, Semarang.

Sejak usia 7 tahun (1817), Raden Saleh mulai dididik menjadi calon pegawai Belanda di Cianjur, di rumah residen Cianjur, R. Baron der Capellen. Tujuannya adalah agar Raden Saleh dapat dihindarkan dari pengaruh pamannya yang mendukung gerakan Pangeran Diponegoro.

AAJ Payen (berasal dari Belgia, seniman lukis anggota ‘Badan Penyelidik Pengetahuan dan Kesenian’) dapat dikatakan guru pertama Raden Saleh dalam menggambar/melukis. Payen juga mengikutkan Raden Saleh dalam perjalanan melukisnya di Pulau Jawa. Payen jugalah yang mengusulkan kepada pemerintah kolonial Belanda agar Raden Saleh diberikan kesempatan ke Negeri Belanda untuk meluaskan pengetahuannya. Kesempatan itu datang pada tahun 1829 ketika Inspektur Keuangan Belanda, de Linge harus berangkat ke Belanda. Raden Saleh menjadi  pengiring sekaligus pengajar bahasa Melayu, Jawa dan pengetahuan lain.

Ketika de Linge kembali ke Hindia Belanda, Raden Saleh (dengan perantaraan Payen) memohon kepada pemerintah Kolonial Belanda, untuk tetap tinggal untuk mempelajari ilmu hitung, bahasa Belanda dan cetak batu. Permohonan ini dikabulkan dan Raden Saleh diberi kesempatan selama dua tahun dengan biaya dari pemerintah kolonial Belanda. Tetapi ketika waktunya pulang dan akan dipekerjakan pada sekretariat Negara di Bogor, Raden Saleh menolak.

Raden Saleh justru ‘menggembara’ di Barat/Eropa dalam waktu lama, kurang lebih 20 tahun, guna menekuni dunia lukis yang menjadi cita-cita dan jiwanya. Lukisan-lukisan Raden Saleh bermotifkan tema-tema yang eksotis, romantis, menarik, baik dalam teknis, lukisan-lukisan alam, hewan, penunggang kuda dalam aksi, perburuan dan lain-lain dalam ukuran besar.

Raden Saleh kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1851. Karena pendidikan, pengalaman dan juga nama besarnya, Raden Saleh diminta untuk memegang jabatan pada “Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni” sebagai konsevator. Raden Saleh tidak begitu memperhatikan permintaan tersebut. Ia justru menggembara ke berbagai daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah, melukis berbagai pemandangan dan potret para raja serta bangsawan Jawa.

Sebagai tempat tinggal Raden Saleh mendirikan rumah yang indah dan mewah di pinggir Sungai Ciliwung. Rumah tersebut ditempati bersama istrinya yang kaya raya Ny Winkelman. Lokasi tersebut sekarang menjadi bagian dari Rumah Sakit Cikini, Pusat Kesenian Jakarta dan Taman Ismail Marzuki. Pernikahan ini berakhir dengan perceraian.

Antara tahun 1875-1879, Raden Saleh kembali ke Eropa bersama dengan istrinya (Raden Ayu Danudirejo). Mereka mengunjungi Belanda, Dresden dan Paris. Ketika itu aliran seni lukis impresionistis sedang berkembang. Raden Saleh juga tertarik dengan aliran ini. Setelah kembali ke Hindia Belanda Raden Saleh dan istrinya tinggal di Bogor. Raden Saleh memegang jabatan sebagai konsevator koleksi benda-benda seni pemerintah Belanda.

Raden Saleh meninggal 23 April 1880. Berapa banyak lukisan yang ditinggalkan, tidak ada data yang pasti. Beberapa sebagai contoh adalah: Penangkapan Pangeran Diponegoro, Perkelahian dengan Singa, Antara Hidup dan Mati, Berburu Banteng.

Judul: Raden Saleh 1807 – 1880

Penulis: Baharudin Marasutan

Penerbit: Dewan Kesenian Jakarta, 1973, Jakarta

Bahasa: Indonesia, Inggris

Jumlah halaman: 48

Koleksi Perpustakaan Tembi Rumah Budaya

Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×