Syamsul Bahri

Puisi Syamsul Bahri

Dari Athena Sampai Samudra Hindia

Aku tak bisa melupakanmu dengan hanya membalik telapak tanganku saja
Dari dentumnya saja menuju langit
Sedang tanganku masih di bawah. Yah, mengemis air mata darimu
Dari putih-putih sampai cinta dipendam hingga kini dan nanti

Pada suatu pagi yang cemas, saat cinta tak lagi berkunjung pada lidah dan kata-kata berlumur ludah
Aku tak bisa keluar pada yang hitam
Kaki dan tanganku menyepak rindu dengan amat lirih
Mencambuk berhala-berhala favoritmu
Sembari mencekik leher kedua tempekong itu
Berharap Athena mengambilnya dengan sabetan petirnya

Aku enggan bersekutu dengan cinta maupun dengan nafsu
Aku mau cinta kepadamu hanya sebatas matahari
Setinggi Satelit
Seluas Semesta
Sedalam Samudera Hindia-Belanda
Mereka mengajariku berkuda dan berenang dan tenggelam
Di dasar cintamu

Yogyakarta, 2020.

Mega Mendung

Aku tak menemukan udang beserta air suci di dalamnya
Kera putih dan golok bercabang senantiasa menjaga sungai dan jelaga agar tetap putih dan mengalir seperti jingga

Para bidadari tak turun pagi ini
Ia rela tak mandi keringat kesturi
mewangi di ketiak dayang-dayang
merabun kepalang
Di atas negeri kahyangan

Aku menunggu mega yang melukis langit dengan cat air dan rona wajah topeng kelana itu sambil tualang ke wajah-wajah yang lain

Aku menunggu mendung yang biasanya ibu memanggilku dengan topeng yang murung
Waktu tak pernah menungguku
Hujan tak pernah mengerti
Apa mauku
Mungkin, Tuhan. Katamu.
Tidak, Tuhan sedang tidur siang hari ini. Aku bangunkan pada hari kemarin dan nyalang di mata para buruh dan petani tapi tidak dengan pabrik-pabrik itu

Aku mencintaimu Sumbi !
Aku mencintaimu Ibu !

Yogyakarta, 2020

Sepasang Rajah dan Mantra

Karena tak ada yang kuat seperti maut
Ia pergi dari selatan menuju ke utara
Memohon hujan agar tak turun saat mereka berciuman

Jika hanya membagi salah satu dari rambutku
aku akan memotongnya sebanyak tujuh helai rambut dan kutaruh di masing-masing sudut taman yang sedikit bunganya

Sepasang alis dan sepasang mata mampu membuatku merangkak dan mengemis cintamu seluruh
Beralasakan rajah dan mantra
aku mampu berlindung dari segala serangan sunyi
Yang turun bagai hujan panah
Menancap di setiap jari kelingkingku

Yogyakarta, 2020

Ngarai Wail

Kita mudah rapuh dalam cahaya kota
Berpayung pada lampu-lampu jalanan
dalam mimpi-mimpi tukang sapu dan gelandangan
berserambi langit sepertiga malam
Aku mengultuskan tubuh bermandikan cahaya di atas panggung sandiwara antara kau aku mengutuk batu tanpa kita menyatu
Aku tau cara kerja ingatan, api, air dan bumi.
Tapi aku tak tahu seberapa jauh kau melupakan aku dengan seribu kakimu
Kepada ibu yang berjuntai di waktu senja membenamkan segala potret senyum di setiap untai salju-salju berdebu
Ketahuilah, gunung hamil itu !
Ia melahirkan tikus-tikus berbulu amatir
Tak ada yang tanggal pada bulan sabit kemarin malam
Sebuah tanda akan lahirnya rahim-rahim ibu
mengantarkanku ke dasar ngarai wail itu

Yogyakarta, 2020

Sengaja Kulebur Rindu Itu

I/

Melebur bersama rindu
Di puncak kesunyian
Terasa gaduh dan riuh
Dalam jemala,
Penuh ceracau si gila

II/

Kau panggil teman terbaikmu; kesedihan
Didekapnya, diiringi perpisahan
Sayang sekali, aku tak bisa mengusir waktu
Yang telah lama kau pendam dalam suaka berbatu

III/

Seperti desir, mengalir seperti air, menjelma api
Hulu hingga ke hilir

IV/

Akulah nyala itu
Memberangus setiap yang pupus
Menghapus setiap yang tulus
Akulah kayu itu
Menjadi abu bukanlah ihwal yang tabuh
Namun, rekahku sampai ke ujung bibirmu
Menggurat surat dirimu
Aku terpelanting jauh
Sampai ke langit-langit
Sudut kamarmu

(2020)

Syamsul Bahri, lahir di Subang 12 Juli 1995. Sajak-sajaknya pernah tersiar di berbagai platform media daring dan luring. Salah satu puisinya termuat dalam antologi bersama, antara lain: Carpe Diem (Penerbit Halaman Indonesia, 2020). Surel: syamsulb725@gmail.com. IG: @dandelion_1922. WA: 082138096686

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×