Julia Utami

Di Tempat Berbeda, Penyair Saling Membaca Puisi untuk 9 Tahun Sastra Bulan Purnama

Penyair dari kota yang berbeda seolah saling bertemu, padahal masing-masing di tempatnya sendiri, mengambil lokasi yang dipilihnya, dengan latar belakang yang tidak sama. Masing-masing penyair membaca puisi untuk merayakan 9 tahun Sastra Bulan Purnama, yang ditayangkan secara live melalui Youtube Sastra Bulan Purnama, Jumat, 4 September 2020, pukul 19.30.

Aming Aminoedhin dari Mojekerto membaca dua puisinya, salah satunya berjudul ‘Gedung-Gedung Jangkung’ di ruang pertunjukan, yang tidak ada penontonnya, sehingga Aming, seolah seperti sedang melakukan pertunjukan, dan ditonton sekitar 144 orang, setidaknya sampai tulisan ini dibuat (Minggu 6 September 2020) dari Youtube Sastra Bulan Purnama.

Lain lagi Sutirman Eka Ardhanya, penyair dari Yogya, memilih membacakan dua puisinya di restoran Pulosegaran, yang ada di kompleks Tembi Rumah Budaya. Julia Utami, dari Jakarta membaca puisi di rumahnya dengan didampingi dua anaknya, dan Kurnia Effendi, dari Jakarta membaca puisi dengan latar belakang perpustakaan.

Yudhistira dari Bekasi, membaca puisi di rumahnya dengan latar belakang lukisan yang menempel di dinding. Sumanang Tirtasujana dari Purworejo membaca puisi dengan latar belakang gitar dan benda seni lainnya yang menempel di dinding. Sulis Bambang dan Yuliani Kumudaswari dari Semarang membacakan puisi di rumahnya, demikian juga Waty Suamiati Halim dari Bandung.

Aming Aminoedhin
Aming Aminoedhin

Penampil yang lain menggarap puisi secara kolaboratif seperti dilakukan Joshua Igho (Magelang) dengan Nella Nur (Temanggung) keduanya mengalunkan lagu puisi dan pembacaan puisi dan dibuat seolah seperti video klip. Hal yang sama juga dilakukan Waty Suamiati Halim dari Bandung.

Kidung Purnama dari Ciamis, mengolah puisinya menjadi lagu diiringi petikan gitar dan juga membaca puisi diiringi petikan gitar. Menik Sihik, seperti halnya Joshua Igho dan Nella, kolaborasi dengan Tolle menggarap puisinya menjadi satu kisah, yang digarap, seolah seperti video klip. Penampilan kelompok Buta Nada menyajikan satu musikalisasi puisi: membaca puisi dengan iringan musik.

Berbagai pilihan penampilan dalam membacakan puisi untuk merayakan 9 tahun Sastra Bulan Purnama dari tempat masing-masing di kota yang berbeda, setidaknya bisa untuk mengerti bahwa di tengah pandemi covid-19 yang belum surut, penyair selain masih terus berkarya, bisa saling melakukan interaksi secara virtual.

Sudah 6 bulan Sastra Bulan Purnama, dimulai sejak April 2020, dilakukan secara daring, dan penampilnya selalu berbeda-beda dan dari kota yang berlainan. Meski masing-masing tidak bisa saling bertemu secara fisik, tetapi melalui puisi masing-masing penyair, tentu bersama publik Youtube Sastra Bulan Purnama, saling melakukan interaksi.

Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama menyebutkan, bahwa kreativitas tidak bisa dihalangi situasi krisis seperti sekarang ini, dan penyair sebagai kreator mengisi situasi krisis dengan menciptakan puisi dan membacakannya, bahkan menerbitkannya.

Kurnia Effendi
Kurnia Effendi

“Dalam kata lain, orang yang sehat bukan hanya jasmaninya, tetapi juga jiwanya, akan memberi ruang kreativitas, bukan malah menghambatnya. Hanya orang yang jiwanya tidak sehat yang menganggu kerja kreativitas,” ujar Ons Untoro.

Selama 9 tahun ini Sastra Bulan Purnama di-support oleh banyak pihak.  Namun dalam konteks ini, Ons Untoro mengucapkan banyak terima kasih kepada semua media, baik cetak maupun daring, yang selalu memberi ruang acara Sastra Bulan Purnama di medianya. “Kepada semua kawan media, baik redakturnya, pemimpin redaksi maupun reporter yang meliput di lapangan, saya mengucapkan banyak terima kasih. Di tengah pandemi covid-19 kawan-kawan telah menjaga jiwa yang sehat melalui karya sastra, dalam hal ini puisi,” kata Ons Untoro.

Sutirman Eka Ardana
Sutirman Eka Ardana

Ons Untoro menjelaskan, setiap Sastra Bulan Purnama akan digelar, baik secara offline maupun online, beberapa minggu sebelumnya sudah menghubungi mereka yang akan tampil, dan setiap hari, sampai acara diselenggarakan, masing-masing saling kontak untuk memastikan bahwa SBP sudah siap untuk pentas. “Seringkali orang tidak tahu atau tidak mau paham akan proses seperti itu. Lebih parah lagi tidak mau memahami akan proses seperti itu,” ujar Ons Untoro. (*)

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×