Rumah Hadian
“kang, si Ati sudah beli mobil baru
Si Ita juga sudah punya perhiasan mahal”
Huruf-huruf berceceran di atas mesin ketik
Ia menenangkan
“ya sudah, besok-besok kita beli rumah yang lebih besar, ya”
“serius kang?”
“iya janji”, senyumnya.
Hari demi hari
Ia semakin betah menjadi pengarang, hatiku tak tega melihatnya begadang dari siang ke subuh, dari subuh ke siang.
Mesin ketiknya pun mulai sakit-sakitan
Sesekali mengaduh dan melenguh panjang.
Suatu larut, aku menyandar di pundaknya
Tercium bau ketiak yang menyengat
Kusentuh rambut gondrongnya yang berantakan, aku berbisik pelan
“sudah kang, jangan memaksakan diri”
Ia mencium bibirku dan berkata
“aku hanya ingin memberikan kebahagiaan pada kekasih yang kucintai ini”
Aku terenyuh
Diam-diam dalam sajaknya, dia telah membuatkanku sebuah rumah besar di bawah langit hijau
Lampu benderang
menatap daun-daun yang melempai.
Sungguh demi apapun,
Aku menyesal menjadi peminta. Aku bersumpah untuk memeluknya, mendekapnya sampai habis usia.
Toilet, 2020
Malam Minggu
Hujan di malam minggu
Hujan dalam kepalaku
Aku berlari
Sembunyi
Menepi pada pohon-pohon
Tiba-tiba badai
Berkecamuk
Menghabisi seluruh masa lalu
Tinggal ingatan
Senyummu mekar
Di langit yang memudar
Awan tebal
Guntur dan petir menyambar
Aku kehilangan semua tentang
Tapi tidak dengan janjiku padamu
Untuk pulang sebelum habis malam minggu
Kamar mandi, 2020
Kipas Angin
Aku ingin kipas angin itu berputar ke kiri
Baling-balingnya menyangkut di perut
Dan gemuruh lebih menderu
Aku ingin kau sependapat denganku
Cukup jangan ke kanan
Kanan perlambang keberuntungan
Sesekali hidup perlu sial
Benar, bukan?
Sesekali tinggalkan otakmu
Biarkan mesin menolak bekerja
Akulah kejahatan
Akulah perempuan
Kamar mandi, 2020
Kaki Yang Terkilir
Kakimu terkilir
Di sebuah simpang yang basah
Air tak mengalir di rawa-rawa
Tak di langit
Tak di akar pohon
Tak di matamu
Hatimu cedera
Kesedihan menggelinding seperti bola salju begitu saja
Serba tiba-tiba
Pagi tadi kau mengaduh sakit
Berkali-kali kakimu terkilir
Dan diam-diam aku membukakanmu pintu
2020
Melayat
Ada yang berguguran dari ujung kerudung
Mawar putih dan tulip kuncup
Berceceran sepanjang pekuburan
Doa tabah bertebaran
Mengakrabi nisan-nisan
Kau seka yang berlinang di pelupuk
Dengan jari-jari sepi yang lentik
Ngilu
Dalam setiap ratap kelabu
“relakan, relakan yang pergi darimu”
Isak silu memenuhi semua penjuru
2020
Khossinah, kelahiran Sumenep, 20 Maret 2002. Aktif di Kelas Puisi Bekasi A. Beberapa puisinya dimuat di media massa dan antologi bersama, di antaranya : Surat Berdarah di antara Gelas Retak (2019), Kenangan (2018), Cinta karena cinta (2019), Creative Student Day (2020), Rantau “Dari Negeri Poci 10” (2020), Koran Radar Madura, Radar Cirebon, Minggu Post, Travesia, Mbludus dan Puisipedia.
No responses yet