Puisi Junaidi Haes

Di Atas Jembatan Layang

Berdiri di atas jembatan layang
lelaki menjaring bayang
lewat semburat merah mentari
yang jatuh dalam genangan
jalan panjang di bawah tampak lengang
kita sedang perang
kemanakah para petarung sembunyikan pedang
dan petualang tak henti berdendang
mereka tak pernah tahu musuh sembunyi
ke liang-liang setiap pikiran kosong
tersesat di balik rambu larangan

Berdiri di atas jembatan layang
meramal pagi dalam cuaca terang
penjaga gerbang tak lena meski luang
seperti gunung senantiasa tegak menjulang
mencatat setiap kebimbangan
adakah pejalan yang menyelinap
mengantarkan lawan menguasai medan

Berdiri di atas jembatan layang
lelaki menjaring bayang
perang kan usai sebelum siang
tengadahkan tangan
sambutlah sepoi angin kasih sayang
membelai lembut perlahan tubuh kita
yang tak henti berjuang.

Ngawi, 14-05-2020

Lalu Sepi Pun

Lalu sepi pun berjingkrak sepanjang jalan
menari-nari merayakan kemenangan
di sebuah persimpangan
setelah menaklukkan ingar bingar malam
yang biasanya memagut mencincang-cincang kelaparan

Malam dengan kesempurnaan bulan
pohon-pohon mendengus ringan
sesekali ditimpuk nyanyian ayam jantan
mengantar pertapa memasuki gerbang keheningan
dalam detak waktu beriringan

Lalu sepi pun meninggalkan jalan
dan persimpangan
pergi ke laut berlayar bersama sampan perenungan
diam-diam menuju pusaran semesta
ditiup lembut angin perlahan

Lalu sepi pun hanyut dalam selimut kenikmatan ranjang Tuhan

Ngawi, 22092020

Mengayuh Angin

Kukayuh angin ke tepian pagi
dari pangkal setangkai pedal
menuju persinggahan burung
di lambaian pucuk kuning padi
keriapnya mengisi ujung hari
memanggil dan bercanda dengan matahari
yang terbangun dari mimpi

Kukayuh angin ke tepian pagi
dari pangkal setangkai pedal
kulihat layang-layang di langit
meliuk-liuk menerbangkan harapan petani
menuai kepastian bulir-bulir ranum
kelak bisa dipetik jadi senyum pelangi

Kusendiri mengayuh angin tepian pagi
diterkam bimbang tentang angan mereka
sebab kawanan tikus berselimut rakus
selalu tega meretas mimpi petani berbulan-bulan
bagai perampok negeri tak takut hukuman

Ngawi, 10102020

Pantun Mendung

Mendung merata menggantung
meratapi arah angin yang bingung
seperti perjaka murung
tak berani meneriakkan hati terpasung

Mendung kelabu bimbang turun
meski digoyang angin dari gurun
umpama gadis duduk tertegun
menunggu bidikan mata terkena rabun

08102020

Tentang Angin

angin pagi ini begitu santun
merunduk memberi salam
kiranya yang mengenalku tetap anggun
tawaduk dalam senyum tanpa kalam

angin pagi ini tak seperti kemarin siang
tersulut amarah dengan wajah garang
mengibaskan bulu-bulunya yang jalang
dari kulit kering kemarau panjang

apakah karena curah lebat hujan
turun tadi malam
telah menurunkan tensi dan temperamenmu
menjadi sejuk dan ramah menyapa
barangkali tak pernah kau duga
musim tiba-tiba berubah
kucuran deras dari langit telah membungkam
mulut-mulut tanah rekah menganga

angin pagi ini begitu sejuk dan lembut
dinginnya membangunkan mimpi pohon mangga berbunga-bunga
berharap serangga tak usil mengganggunya

angin pagi ini pelan membelai hati kita
bisikan lembutnya menyembulkan harapan
terpancar dari salam sapanya
suatu saat kan datang mengabarkan
pohon mangga itu kan lebat buahnya

Ngawi, 05092020

Junaidi Haes lahir di Ngawi 17 November 1958 pernah kuliah di Fakultas Sastra UNS Sebelas Maret. Puisi-puisinya ada dalam antologi bersama : Rekonstruksi Jejak, Kampus Mesen Merak Ati, Lepas Kampus tanpa Jumawa, dan Song of Sang Guru (antologi tunggal). Alamat rumah : Paron RT 02 RW 08 Jambangan Paron, Ngawi, Jawa Timur.

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×