Seniman Gandhari
Dalam sejuknya malam
Dibuatlah teka-teki
Semua bayangan berjalan menuju mataku
Berlenggak-lenggok,
Pita di depan dada,
Tetapi bukan namamu
Maka aku putuskan untuk berkelana bersama
Kasih sayang Gandhari
Ternyata, kau aku bertemu
Di sekumpulan seniman yang melukis wajah syukur
Dalam gelapnya ruang setengah lingkaran
Malam itu tubuh menjadi satu
Tak ada lagi perseteruan yang berani memaksa kalbu
Sampai kita dilukis
Sembari menikmati adegan seni
Meluluhkan nurani
Gedung Kesenian Soetedja Purwokerto, 2019
Anak Rantau
Kota selalu memiliki banyak cara
Mengajakku berkelana
Tapi di antara keramaiannya,
Waktu masih lihai menjemputmu
Bibir yang terlukis senyum
Saat pagi bersetia memeluk mimpi
Dan angin menyapa detak jantungku
Ibu,
Langkahku kau bekali dengan doa dan
Jabat tanganmu yang menghangatkan seluruh gigil
Melahirkan rasa yang selalu indah di mata
Keriputmu menyimpan kelemahanku dan
Sayu matamu memendam kerinduan
Meski pagiku telah kering dengan dongeng sebelum tidur
Tapi bayangmu selalu datang menjadi pesta kecil di langit-langit kamar
Pada akhirnya setelah aku mengembara pada cerita tentangmu
Aku memelukmu
Kasih sayang mengepakan sayapnya
Sampai wajahmu
Purwokerto, 31 Januari 2020
Bedug
Suara bedug mulai menggelarkan jamuan pada
Penghujung dahaga yang
Sepanjang siangnya bekerja membangunkan mimpi raja
Dia membangkitkannya ketika mata terpejam dan
Jasad masih tergeletak di pangkuan empuk istana
Dendangnya mengiringi asmaul husna yang
Didawamkan oleh sederetan makhluk berbau surga
Untuk menyemarakkan alam
Ketika penghuni langit dan galaxy saling bertasbih
Suara bedug berhenti nyaring
Saat raja dan sang permaisuri tengah menikmati aroma hidangan di meja sajian
Sedang para dayang diperbolehkan menengok keluarganya beberapa menit
Sampai suara bedug kembali diperdengarkan
Banjarnegara, 27 April 2020
Jembatan Golden Gate
Masihkah kalian ingat?
Cerita di atas jembatan Golden Gate
Yang merahasiakan wujud aslinya
Saban pagi kita selalu duduk di lengkungnya yang emas
Saling mendongeng, “pada zaman dahulu”
Sebelum melanjutkan perjalanan untuk mengisi rasa syukur
Masihkah terlintas dalam ingatan?
Ketika jembatan yang kita tafsiri sebagai Golden gate ternyata
Roboh akibat ulah kaki-kaki yang tak mampu diam
Akibat ulah tangan yang selalu rusuh
Saat itu, kita hanya bisa saling pandang dan
Mengukir bahwa ini bagian dari takdir
Hingga tiba saatnya angan menyebarkan tawa
Di suatu malam pengantin untuk
Sesaat melepas kerinduan
Tanjungtirta, 9 Mei 2020
Tadarus
Aku memandang sinar rembulan
Memancar kerinduan di tengah-tengah anak kota
Di bawahnya anak kecil bekejaran mencari sinarnya
Dengan melukiskan wajah damai
Saatnya bertadarus
Ia yang sempat hilang dari nafas-ku
Kugandeng setiap huruf-huruf suci
Dengan penuh kedamaian
Sedangkan anak kecil tetap riuh dengan dunianya
Saling menebar tawa
Di sepanjang garis hitam-putih
Sambil mendengar huruf yang mengudara
Maka berdamailah hati kita
Nurul Ikhsan, 2020
Eka Yuli Andani, kelahiran Klaten. Beralamat di Desa Tanjungtirta, Punggelan, Banjarnegara, Jawa Tengah. Ia mahasiswi Pendidikan Agama Islam dan bergiat di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) IAIN Purwokerto. Beberapa karya puisinya dipublikasikan di Koran madura, Harian BMR fox, Majalah simalaba, Nusantaranews, Tembi, Negri kertas, dan Akar ranting daun. Puisinya juga terhimpun ke dalam antologi: Kelopak Cinta Bidadari (2018), Pilar Puisi 5 (2019), Imajinasi Aksara (2019), Senja (2019), Menenun Rinai Hujan (2019), Potret Kehidupan (2020), Mata Air Hujan Di Bulan Purnama (2020), 100 terbaik Lomba Cipta Puisi ASEAN 3 IAIN Purwokerto, dan antologi Puisi Khas Sempena Pertemuan Dunia Melayu 2020. Penulis dapat dihubungi melalui Fb: Eka Yuliandani atau Hp: 082324478916
No responses yet