Mengapa harus bersembunyi, lagi
Aku tertampar
Ketika kau kabur tanpa kabar
Sungguh, tak sepadan suaramu yang gahar
Dan suka membakar
Jangan jadikan aku tumbal
Atas kebenaran yang pada akhirnya hanya kumakan kesal
dan sesal
Atas segala ucapmu yang hanya jejal
Di manakah kini engkau merapat bingung
Di balik ketiak kah, atau di gedung?
Jangan keruhkan damai dan mencipta limbung
Basahi jiwa jiwa nan ingin tenang, tanpa harus termenung menung
Bermanfaatlah, sebagai manusia agung
02 Desember 2020
Elegi Pagi Rumah Paijo
Istriku
Ke sinilah, mari kita duduk di balai bambu
Bercerita sambil mengayam cerita tentang masa depan
Di antara nasib dan pergulatan
Jaman masih lama dan belum akan berakhir,
kita masih bisa menentukan takdir
Usaha, doa yang kita panjatkan dan kepasrahan
Bahwa semua atas rida Tuhan
Tak akan ada yang sia-sia
ketika niat kita telah baik di hadapan-Nya
Kita terlahir untuk mengukir
Meninggalkan sejarah semata untuk ibadah
Melahirkan keturunan untuk
meneruskan perjuangan
Tak akan ada yang selesai
meski kelak usia kita telah usai
Duduklah seraya selalu mengucap istighfar
Tak usah meminta lebih
karena jatah kita telah terpilih
Dan tak salah alamat, apalagi tersesat
Dosa kita masih tambun
karena bertambah setiap tahun
Jangan lelah untuk mohon ampun
Mari berdoa yang baik-baik
Karena dia buruk hanya akan hangus di bawah terik
Tak ada guna doa di atas pengharapan berlebih, atau di atas kebencian yang meraja
Tuhan masih sayang kita dengan menjalani hidup yang apa adanya
Bukan dengan ada maunya
26 November 2020
Perjalanan Rindu
Kita berangkat dari sebuah kekosongan yang takdirnya tak bisa diraba, atau dijelaskan. Alurnya adalah kebutaan malam, tanpa rembulan. Engkau boleh menebak namun engkau tak akan pernah mengerti.
Mencari, apa yang kaucari dalam kebimbanganmu sementara di depanmu rindu hanya sebentuk kebuntuan dari deranya jalan panjang hati yang masih berliku, dan ragu. Diamlah sementara waktu seraya meyakini bahwa rasa hanyalah iringan jiwa pada perjalanan hidup.
Rinduilah rindu yang semestinya rindu dalam sebuah genggaman rindu, bukan karena harapan yang belum pasti, dan kadang semu. Akan sanggupkah engkau mengejanya?
Perjalanan baru dimulai, geladak kapal belum berbunyi. Kita belum tahu seberapa nanti tingginya gelombang hati. Ada baiknya kita berpegang tangan untuk saling menyatukan dan menguatkan.
Merenda cinta dan hari depan
Jangan jadikan pada akhirnya hanya sebentuk kekosongan
16 Desember 2020
Senja di Pelabuhan Hati
Aku sendiri. Berjalan di antara sampan, dan tiang tiang sampan. Menemui laut, yang birunya seperti cinta. Tak ada yang bisa menebak kedalamannya. Camar telah pergi, atau pulang
Di antara potongan potongan ranting, kakiku telah terdampar pada belenggu belenggu rindu. Tak ada yang bisa aku eja selain teduhnya matamu yang telah menina-bobokan aku. Di tengah lautan kapal masih berdiam menunggu sandaran
Matahari telah mulai memerah, ditelan laut yang debur ombaknya seperti suara nyanyian pilu. Angin menggoyangkan ilalang yang enggan berterus terang betapa rindu terpasung dalam kesendirian. Jangkar tak juga terangkat
Lampu lampu menyala memberi pertanda malam sebentar lagi tiba.
Tak ada kepulangan dan kepergian sebab siang dan malam silih berganti untuk datang
Tak ada cinta pada dermaga ini, meski rindu telah sering merasuki
17 Desember 2020
Mahesa Noe atau Noe adalah nama pena dari Nurmadi, kelahiran 3 Oktober di Yogyakarta. Suka menulis puisi secara otodidak sejak SMP namun sempat dihentikan saat lulus STM. Kembali aktif menulis puisi pada 2015 di FB. Lalu pada 2018 ia mencoba merambah ke Youtube dengan membuat video puisi. Beberapa kali mengikuti antologi bersama dan saat ini juga sedang mengikuti beberapa antologi bersama.
No responses yet