Ketika
jika nanti
aku lebih dulu beranjak pergi
ragaku tak lagi kau temui
di antara huruf-huruf puisi ini
jiwaku akan selalu menemani
jika satu hari nanti
detak nafasku berhenti
suaraku pun tak terdengar lagi
namun dalam kalimat-kalimat sajak ini
dirimu takkan pernah terganti
dan jika di satu saat nanti
tak lagi mampu kurajut mimpi
seribu angan tak lagi berarti
aku hanya tahu pasti,
dirimu abadi
Jombang, 10 Mei 2020
Rindu Itu
rindu itu,
adalah semilir menelisik alang-alang serta serumpun bambu
saat senja membiru
adalah cerita burung-burung di onak perdu
usai kepak sayap menepis ragu
bersidekap mega retak mengharu
adalah riak sungai mendendang lagu
menyisir pematang, meniris batu
ketika gembala dengan ternaknya rambas alirmu tanpa jemu
rindu itu,
adalah aksara tersusun waktu demi waktu
sementara senja perlahan berlalu
rindu itu,
masih menggebubu
dan waktu terus saja berlalu
Jombang, 3 Mei 2020
Catatan Kaki
hanyalah sebaris kecil meringkuk sudut
bagai budak merunduk takut
sesekali terbaca,
namun lebih banyak terabai tanpa sapa
siapa peduli !
hadirmu tak sebegitu berarti
meski tanpamu terasa seperti ada bangku kosong yang tak terisi
meski sebarismu hanya sekedar basa-basi
aksaramu hapus segala asumsi
meluruh kontradiksi
siapa peduli !
kau digenggam saat “kata” tak ingin sendiri
terulur sapa ketika “kata” digulung sepi
hingga saat gelombang menyurut
; hanyalah sebaris kecil meringkuk sudut
merunduk takut,
berpeluk kalut
berkalung sribu carut-marut
Jombang, 26 April 2020
Sebuah Mantra Hujan
melintas jembatan tak seberapa panjang
lepas sore, gelap datang menjelang
merambas sisi rel kereta tua
telusur tepian huma
berharap hujan segera tiba
sesekali capung hinggapi ujung rumputan
belalang daun riuh berlompatan
saat kaki-kaki kecil berlarian
riang nyanyikan senandung hujan
“udana sing deres,
nyambela sing pedhes,
macaka sing pantes,
kuplukan sing ambles”
semacam lirik kegembiraan
menyambut rintik curahan awan
berkali kami cuapkan mantra itu
lalu hujan pun deras menderu
siramkan rindu
dan,
kala hujan mulai mereda
kami ceburkan diri ke kali,
membilas lumpur pematang sawah,
bersorak meneriaki itik yang berbaris pulang
disana,
tersimpan sekantung tawa
juga seraup canda bahagia
aku tak ingin menua
aku masih ingin berlarian menyambut hujan di ujung huma
menikmati senja,
andai aku bisa !
Gubug Sastra Jawa, 6 Maret 2020
Bulan Separuh
pada separuh malam,
saat sunyi mendekap semesta,
yang hampanya meliputi separuh dunia,
; kecuali aku dan bayanganmu
ketika tergambar satu cerita,
manakala senyum hias bibirmu,
lalu pelan memudar bersama setirai kabut yang menghampar
aku gusar !
karna harus menunggu hingga esok kelam kembali menebar layar
kau tahu,
pada separuh malam itu
aku mampu bertemu meski hanya bayang semu
karna disana, rasa yang terikat cinta dapat berucap rindu
pada sunyi,
pada waktu tersembunyi
Gubug Sastra Jawa, 7 Juni 2019
Didik Eros, lahir di Jombang, Jawa Timur, 12 September 1970. Kesehariannya selain menulis gurit dan puisi juga melukis (sketsa wajah hitam putih) dan mengelola Sanggar Lukis Gubug Sastra Jawa yang beralamatkan di Jl. Raya Kabuh 85, Kabuh, Jombang. Buku kumpulan gurit yang pernah diterbitkannya: Antologi Gurit KAPAN(G)(2020).
No responses yet