Damtoz Andreas

Puisi Damtoz Andreas

Perjalanan Kehilangan

selongsong usia
pada tanah
tumpahruah
seperti benihbenih
gagal ditanam
mencari akar
dari daun
dari bunga
dari ranting
dari sari
dari putik
dari dahan
dari entah
musim
bersembunyi
di sekujur
dusta
di sini
di ujung usia
yang siasia.

2021

Ketika di Sembarang Tempat
Orang Tua Dilarang Bicara

orang-orang mencari kompas dan jarum waktu
yang tumpul, jam kota yang megah memutar
ke arah yang berbeda. musim mati, dan silsilah
sejarah kehilangan arah. di punggung jaman
sekumpulan bayi mati didaur ulang para tirani.
–kau di mana, sang cahaya?

ruh yang rapuh membangun pasar dan toko
kemanusiaan. mobilmobil menjelma keranda,
mengusung jasad masa lalu yang tengah
dikosongkan dari lumbung luka. para orang tua
merangkaki gelap, seperti dimar redup yang
sedetik lagi padam.

waktu sekarat. orangorang pandir membangun
tanah baru untuk semua tumbuhan yang mudah
hidup dan menggarap jadi hutan. bumi menjelma
tablet yang menyimpan sembarang bom waktu.
jaman yang bergegas sedang mencari kelewang
untuk puncak harakiri.

2021.

Karta

karta menanam janin yang jatuh dari langit. tanah
ladangnya menjadi dataran yang merah dan langit
turut memerah. sebentar lagi hujan turun, sengkon.
di kuburan tak ada penjara. kita tak akan pulang.
namamu menjadi karat di engsel pintu. tak ada emperan
untuk berteduh. seperti semburan darah dari luka
paruparumu.

tanah tak pernah bisa becek. tebing melebar dan mendesak
perkampungan orangorang renta. generasi yang ambigu
seperti balatentara yang terbuang dari barisan. mencabik
dan menembaki semua hal yang terlihat. hingga
tubuh mereka sendiri hancur seperti abu. waktu adalah
mesin pacujantung yang patah jarum. hanya tinggal gema,

dan karta sedang tertidur di punggungnya.

2021.

Imperium

anakanak telah tumbuh dewasa
tuhan mengutus malaikat memasangkan
sayap rajawali di punggungnya. pada gigir bukit
mereka berdiri, memandangi ujung lembah,
dan tibatiba melompat. bukankah tidak semua sayap
bagus untuk terbang?

2021

Bening Mata Retna Kasimpar

subuh telah lewat. tinggal kabut dan embun
diam kelu, kaki-kaki kuda menggetarkan waktu
yang membeku.

kanda akan berangkat ke medan laga, dinda.
Dewata telah membisikkan sebuah rahasia
: di mana Kurandageni sembunyikan ajalnya.
lalu Pasupati telah kujamas banyu suci
dan kembang seribu rupa.

sang ayu, aku tak sabar lagi, berendam di genang
ciummu. setiap serangga tahu sedalam apa
–kuselami palung mahagelap ini. kujelajahi lembah
dan sendang, juga tebing yang seliar retak kawah
di sembarang bebukit di tubuhmu.

lantas bersembunyi di puncak susu. genangan cinta
yang mendekap bayang resah Dewi Banowati.

2020


Damtoz mulai belajar menulis antara lain di Majalah Zaman (alm), Kompas, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Majalah Matabaca, Kedaulatan Rakyat, Bernas, dll. Ia juga telah menerbitkan tiga buku-nya: Mo-LiMO (prosa ringan), Memo Dewi (buku puisi), dan Seriuh Kata Sebisu Kala (buku puisi, yang sekaligus memenangkan kategori buku puisi terbaik Prasidatama, Balai Bahasa Jawa Tengah 2018), dan buku terbarunya Ilusi-ilusi pada Sejuta Milyar Lembar Daun Lontar (buku sajak, 2020). Ia juga pernah mendirikan penerbit Indie Indonesia Tera, dan sekarang masih mengelola Poplar-Inc, dan TriBEE di Magelang. Dengan nama M. Iqbal Azcha pernah menjadi perancang desain untuk Majalah Perbukuan MataBaca (Bank Naskah Gramedia), Jurnal Puisi (Bentang), dan Kolong Budaya.
Sekarang tinggal di dekat Candi Mendut sambil menghabiskan waktu untuk menulis dan melukis.

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×