Budi Adi

In Memoriam Budi Adi, Fotografer Itu Telah Pergi

Budi Adi nama yang dikenal, Archadius Budi Adi Santosa lengkapnya, tetapi akrab dipanggil Budi Unyil. Seorang fotografer yang sering mengabadikan peristiwa kebudayaan di Yogyakarta, dan lebih banyak memotret seni pertunjukan. Setiap ada pertunjukan di Yogya, hampir-hampir Budi tidak pernah absen. Selalu mudah untuk diminta bantuan memotret setiap ada peristiwa kebudayaan, baik pertunjukan sastra,  diskusi-diskusi dan lainnya.

Seringkali saya meminta Budi memotret Sastra Bulan Purnama, yang diselenggarakan setiap bulan di Tembi Rumah Budaya. Selalu saja, setiap diminta, Budi menjawab: siap!

“Bud, Sastra Bulan Purnama dua hari lagi perempuan dari beberapa kota akan membaca puisi. Dipotret ya,” saya mengirim pesan melalui WA.

“Siap pak Ons,” begitu selalu jawab Budi.

Pada kali lain, saya meminta Budi untuk memotret diskusi  yang saya selenggarakan di tempat berbeda-beda, tidak hanya di Tembi. Jawabnya selalu sama: siap!

“Bud, diskusi buku, jangan lupa dipotret ya”.

“Siap pak Ons”.

Begitulah Budi Adi, selalu menyiapkan diri dengan baik untuk kepentingan fotografi. Peralatannya cukup lengkap, dan setelah selesai kerja, lebih dari 100 foto sudah masuk laptop dan di-copy di  flashdisk.

“Ini sudah tak pilih yang bagus-bagus, ada sekitar 100 file foto,” kata Budi sambil  memberikan flashdisk.

Karya foto Budi Adi memang bagus. Pilihan angle-nya menarik dan selalu mengambil dari sisi yang lain. Setiap dia memotret Sastra Bulan Purnama, dan hasilnya saya upload di Facebook, teman-teman selalu menanggapinya dengan senang hati, dan semua memuji foto karya Budi Adi.

Foto karya Budi Adi
Foto karya Budi Adi

“Saya senang, kalau karya  foto saya membuat orang lain bahagia,” kata Budi suatu kali.

Selama 2 tahun, ketika komunitas PWS (Paguyuban Wartawan Sepuh) Yogya, setiap bulan menyelenggarakan diskusi rutin seri kebangsaan, yang diawali di Tembi Rumah Budaya, kemudian berpindah-pindah tempat, Budi Adi dengan setia mengabadikan melalui kameranya. Seperti biasa, hasilnya selalu di-copy di flashdisk dan diserahkan kepada panitia, termasuk untuk kepentingan majalah yang diterbitkan PWS, foto-fotonya selalu dari Budi Adi.

Suatu kali, dalam pembacaan puisi Sastra Bulan Purnama, Budi Adi menunggu momentum bulan purnama berada di atas Amphytheater Tembi Rumah Budaya, dan ketika momentum tiba, ia membidiknya dari lensa kamera: klik! Klik!

Begitulah Budi, selalu berpindah posisi dalam mengambil subjek foto, dan dia jeli memilih sudut pemotretan.

Perempuan-perempuan bahagia di Tembi, foto karta Budi Adi
Perempuan-perempuan bahagia di Tembi, foto karta Budi Adi

Budi tak pernah lelah belajar. Dia selalu terus belajar sendiri, secara otodidak. Belajar memotret secara otodidak dan hasil karyanya memang baik. Kamera digital yang selalu dibawa ke mana dia pergi sepenuhnya memiliki fungsi.

Ke mana saja Budi pergi, selalu tidak pernah melepaskan tas. Selalu saja tubuhnya dipenuhi tas kamera, dan selalu tersenyum setiap kali bertemu.

Kini, dalam usia 55 tahun, dia mendadak pergi untuk selamanya. Selama pandemi, saya tidak pernah bertemu, hanya sekali kontak, dan berita mengagetkan itu datang: Budi pergi dan tak akan kembali. Tentu saya sangat berduka dan sungguh merasa kehilangan. Tidak bisa lagi melihat dia memotret dan menikmati hasil karyanya.

Selamat jalan kawan, saatnya nanti kita saling bertemu di surga. (*)

Category
Tags

One response

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×