Alfa Amorista

Puisi Alfa Amorrista

Detik di Persampahan

Tak sehelai rambutmu teruntai di perapian,
Tak selangkah kakimu tertambat di penantian.
Saat mereka berjingkat ke peraduan dan mengkhianati kenyamanan,
Ragamu berdiang, egois dalam kegelapan, serakah pada peradaban.

Kau hadapi mentari tanpa menari,
Kau hidangkan diri di meja tanpa menyapa para padi.
Makian diterima keadaan sebagai sebuah pertalian,
Tak pernah kau buka mata,
Detik sudah berdiang lama di persampahan.

Sesal pada nasib yang terancam di ujung perubahan,
Peruntungan ditempa kebuntungan,
Amarah pada pagelaran gulung tikar,
Agenda bermalas-malasanmu ternyata sudah sampai akar.

Terbuang sayang,
Yang tersisih, terlambat kau timang-timang,
Akhir usia yang tiba dan ditimbang,
Teringat waktu yang terlunta dalam bimbang.
Masih adakah “sekarang”?

Yogya, 17 Juni 2020

Sandar

Ditemukan fajar yang bersandar
Tubuhnya bercerita : lukanya tak jua pudar
Detak jantung terbilang memar,
Tak bergembira tatapnya disambut burung camar

Belum sembuh air matanya.
Mengalirlah ia dari peradaban tanpa nama
Terkunci di peraduan mimpi
Keputusan mati untuk rasa

Keras yang enggan diterima,
Mencipta tiada yang kian bergelora
Berulang kali berusaha untuk ada,
Telah lama luka hidup dan meraja.

Lalu bagaimana dengan perjuangan di tengah sepi?
Dan bagaimana menghentikan perputaran bumi,
Kemudian menahanmu di sini?

Yogya, 2020

Peluk Bagi Diri Ini

Terkutuk di kelopak sendiri,
Pernama yang diam kini berlari,
Menyelamatkan hati dari kemungkinan mati,
Bicaralah bintang pada tubuh penuh duri,
Berulang kali membandingkan pilahan mimpi,
Sampai terlupa mana nama yang sejati.

Mulai bermunculan yang termaafkan,
Perlahan langkah berbunga ini dibaktikan,
Terpilih sudah udara yang diandalkan,
Warna pada matanya yang sungguh tak terkalahkan,
Manusia lama ini berjalan tanpa kehampaan.

Pelukan tanpa banyak kata,
Takkan ada sihir penuh rona,
Saat dunia mengizinkan adanya,
Saat benci tak bermuka di jiwa,
Saat neraka tak lagi berwajah di raga,
Tersapa sudah rembulan yang berdiang di dada.

Ketapang, 28 Agustus 2020

Kecil

Dimangsa tutur tanpa rasa
Merangkak dan dibunuh nuansa,
Si kecil yang kuat dianggap tiada,
Tak kunjung tubuhnya menjadi bilangan mereka.

Cerca,
Sereal pagi, siang, malam,
Sering sekali ia berpuisi pada alam,
Sekedar berdamai sebentar, sebelum dihantam,
Di kecil bernapas di antara lebam

Gajah di perandaian,
Bahasa yang tenggelam dan menekan,
Si kecil yang diam dan tetap bertahan,
Selubung pikirnya tenang dalam impian,
Yang liar dan takkan mematikan

Si kecil menamainya luka,
Darah yang membangunkan cahaya,
Ia menimang rumah pada cangkangnya,
Si kecil merasakan sebuah realita :
Monster hidup di mana-mana,
Bicara keras-keras seolah paling punya daya,
Tak pernah melihat dengan kedua mata.

Yogya, 2020

Alfa Amorrista. Kelahiran Bandung, 20 Maret 1996 dan dibesarkan sepenuhnya di Yogyakarta. Kecintaannya dalam menulis membuatnya konsisten berkarya lewat buku dan antologi online yang dibuatnya. Tahun 2019, ia mengeluarkan antologi puisi perdananya berjudul “Metamorfosis”. Kemudian pada tahun 2020, “Takkan Ada Yang Ditinggalkan” menjadi judul dari antologi puisi keduanya yang dirilis saat momen Valentine. Di tahun yang sama dan selang 3 bulan dari perilisian buku kedua, ia memutuskan untuk membuat sebuah antologi puisi yang dikerjakan selama 3 hari saja dan diperuntukkan bagi penggalangan dana Covid-19. Ia memberi judul dari buku puisi ini “Jantung Di Atas Rasa” sebagai bentuk doa dan dukungan bagi penanganan Covid-19. Pada tahun 2021, ia siap kembali merilis karya terbarunya berjudul “Stargazing”. Selain menulis puisi, ia juga mencintai dunia musik yang tak jarang dikolaborasikan dengan karya tulisnya juga. Berbagi pengalamanlah dengannya melalui email wooy.alfa@gmail.com dan instagramnya @amorristaalfa

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×