Nasib Seniman Tradisi di Indonesia

          

Sebuah diskusi yang digelar mengenai seni tradisi di Indonesia tidak pernah selesai dan tuntas, dari mulai belum terciptanya ekosistem yang sehat, ditambah dengan masalah klasik seniman tradisi, kesejahteraan, dan royalti. Belum lagi soal strategi dan desain baru pemasaran musik tradisi yang rasanya perlu ditinjau kembali guna mewujudkan ekosistem sumber daya musik yang baik.

Bagaimana langkah dan strategi-strategi tersebut beberapa waktu lalu didiskusikan oleh Komite Musik DKJ yang menggelar Diskusi Publik seri 07 dengan tajuk “Seniman Etnik Kita, Antara Utopia dan Realita” pada Selasa, 3 Agustus 2021 di Youtube Jakarta Council yang dibawakan bersama para narasumber sebagai berikut, Anusirwan Altajaru (Praktisi Musik), Jabatin Bangun (Etnomusikolog, founder Komunikasi Karawitan Indonesia), Rama Soeprapto (Penata Kreatif), Harsya Wahono (Pelaku musik), dan Kasimyn (Gabber Modus Operandi, Pelaku musik).

Anusirwan perwakilan dari kelompok musik Altajaru mengawali diskusi dengan bercerita tentang nasib musisi tradisi yang menurutnya tidak pernah mendapatkan kesempatan yang sama seperti musisi lain ditanah air, “hal kecil saja, saya dan teman-teman musisi tradisi jika ada disuatu acara pada saat check sound sangat dianak tirikan, belum lagi bayaran yang kerap kali disepelekan. Padahal pertumbuhan musik tradisi itu sangat luar biasa dan banyak yang menjadikannya profesi,” tuturnya.

Pentolan dari Altajaru ini juga menyayangkan bagaimana pemerintah daerah minim sekali membantu perkembangan musik tradisi, kekayaan musik tradisi ini tidak terolah, dianggap kuno, terbelakang, dan ketinggalan jaman. “kami musisi tradisi tidak bisa bekerja sendiri, kami mau kok diatur demi kebaikan bersama,” tukasnya.

Jabatin Bangun berpendapat bahwa persoalan musik tradisi ini sudah sangat kompleks dan  banyak sekali yang perlu dibangun dan diperbaiki. Founder Komunikasi Karawitan Indonesia ini mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi sulitnya musik tradisi ini berkembang, dari mulai cara membangun citra, bagaimana musik tradisi menjadi akrab.

Kemudian langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan, yaitu memetakan potensi lokal, menurut Jabatin, kalau ditanya ada berapa musik tradisi di Indonesia, tidak ada yang bisa menjawab, secara sederhana Jabatin menjelaskan jika satu suku memiliki 5 jenis lalu ada kurang lebih 600 suku di Indonesia, jadi paling tidak ada 3000-an jenis musik tradisi di Indonesia.

Lalu membangun infrastruktur, ada pendidikan bagaimana produktif menciptakan karya, ada sarana industri, misalnya saja sulit sekali menemukan studio rekaman yang baik di daerah, sebut saja di NTT, kemudian promosi nasional dan internasional, dan yang tak kalah penting adalah memiliki rancangan, untuk memetakan dan membangun industrinya.

Sependapat dengan Jabatin, Rama Soeprapto yang sudah seringkali terlibat dalam berbagai pertunjukan seni memiliki mimpi untuk musik tradisi di Indonesia, ia berharap bisa merancang sebuah platform digital Indonesia untuk masyarakat adat. “Saya tidak pernah sekolah musik, tidak pernah sekolah seni, tapi mimpi saya ini mungkin bisa melindungi dan menjaga kekayaan budaya kita,” paparnya.

Ditengah era digitalisasi seperti sekarang menurut Rama langkah ini bisa dimulai satu persatu, merekam semua kegiatan seni budaya, ritual budaya Indonesia, dan tentu memikirkan copy right dari masing-masing pencipta karya, ia yakin platform besar ini akan menjadikan seni budaya di Indonesia tidak akan punah meski tak lagi ada penerus yang berkecimpung didunia tersebut.

Dari diskusi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut terbersit sebuah harap, terutama dari pelaku musik tradisi, tentu tak hanya berakhir dalam sebuah diskusi, langkah-langkah konkrit dan nyata diharapkan bisa dijalankan demi terciptanya ekosistem musik tradisi yang lebih baik lagi kedepannya.

Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×