KISAH PELAKU REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA DI YOGYAKARTA

Masa revolusi menjadi salah satu episode penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Yogyakarta, wilayah yang pernah dijadikan sebagai ibukota Indonesia, tidak luput dari gegap gempita revolusi. Berbagai peristiwa penting terjadi di dalamnya, di mana peristiwa tersebut menyebabkan munculya tokoh-tokoh tertentu. Buku ini membahas tentang lima orang tokoh yang mempunyai andil besar dalam peristiwa revolusi. Yaitu Dullah, Ibu Ruswo, Ki Bagus Hadikusumo, G.P.H. Djatikusumo dan Juwariyah Suhardi.

Dullah, kelahiran Solo 19 September 1919, berasal dari keluarga pedagang batik. Kegemarannya melukis sejak kecil mendapat dukungan penuh dari keluargnya. Melukis akhirnya menjadi pilihan profesi Dullah. Lewat lukisan inilah Dullah menggambarkan dan mengobarkan semangat revolusi mempertahankan kemerdekaan.

Ibu Ruswo (Ruswo adalah nama suami, nama aslinya Kusnah) lahir 3 Juli 1905 di Yogyakarta. Di masa revolusi Ibu Ruswo ikut berjuang dengan mendirikan dapur umum, merawat yang luka, menyembunyikan para pejuang, penggalangan dana dan lain-lain. Ibu Ruswo adalah ibu bagi para prajurit/pejuang.

Ki Bagus Hadikusumo (nama kecilnya Raden Hidayat) lahir 25 November 1890, anak seorang abdidalem mutihan (pejabat/abdidalem yang mengurusi administrasi agama Islam). Tidak heran apabila Ki Bagus Hadikusumo akhirnya menjadi salah satu tokoh agama Islam. Pada masa revolusi Ki Bagus Hadikusumo menjadi salah satu motor penggerak perlawanan terhadap Belanda. Melalui masjid Ki Bagus menyerukan perlawanan, dan hasilnya cukup efektif, banyak pemuda-pemuda yang tergerak dan bergerak. Ki Bagus Hadikusumo juga aktif dalam berbagai organisasi baik organisasi keagamaan maupun organisasi sosial dan politik.

G.P.H. Djatikusumo (nama kecilnya Raden Subandono) lahir di Surakarta 1 Juli 1917, salah satu putra dari Paku Buwono X. Karier militer Djatikusumo dimulai dengan masuk Corps Opleiding Reserve Offucieren (CORO) atau Sekolah Perwira Cadangan di Bandung. CORO adalah milisi umum bentukan Belanda untuk menghadapi Jepang. Setelah Indonesia merdeka, Djatikusumo masuk Angkatan Darat (AD) dan memimpin pertempuran di berbagai daerah seperti Salatiga, Ambarawa, Bojonegoro dan lain-lain. Februari 1948 Djatikusumo dipanggil ke Yogyakarta. Saat menjadi Gubernur Militer Akademi Djatikusumo terjun langsung bersama kadet-kadet militer untuk bertempur melawan pasukan Belanda.

Juwariyah Suhardi (Suhardi adalah nama suami) lahir di kampung Naga, Yogyakarta 25 Desember 1933. Pada masa revolusi Juwariyah bergabung dengan kesatuan Komarudin. Tugas utamanya di bagian palang merah membantu prajurit ataupun pengungsi yang membutuhkan pertolongan medis. Juwariyah juga bertugas sebagai kurir (tugas yang sering kali berbahaya), dan  mencari obat-obatan, salah satunya ke rumah sakit Ganjuran. Pada waktu senggang juga ikut berpatroli keluar masuk desa bersama pasukan Komarudin.

Judul : Orang-orang Istimewa. Biografi Tokoh Lokal Yogyakarta pada Masa Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia

Penulis : Dwi Ratna Nurhajarini, dkk

Penerbit : Dinas Kebudayaan, 2021, Yogyakarta

Bahasa : Indonesia

Jumlah halaman : xi + 266

Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×