UBUD WRITERS & READERS FESTIVAL 2023

MEMPERINGATI PERAYAAN KE-20 DENGAN TEMA ‘ATITA, WARTAMANA, ANAGATA:MASA LALU, MASA KINI, DAN MASA DEPAN.

Yayasan Mudra Swari Saraswati mengumumkan kembalinya Ubud Writers & Readers Festival (UWRF), festival sastra unggulan di wilayah Asia Tenggara, untuk memperingati perayaan 20 tahun berlangsungnya festival, dari tanggal 18-22 Oktober 2023. Sejak pertama kali diluncurkan, festival ini telah menjadi sebuah forum penting untuk para penulis dan pembaca membagikan kisah-kisah mereka, sekaligus terlibat dalam percakapan-percakapan yang bermakna. Untuk menandai pencapaian penting ini, festival tahun ini memilih tema Atita, Wartamana, Anagata: Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan.

Tema ini diilhami oleh konsep kearifan lokal Bali Tri Semaya, yang mengandung pandangan filosofis orang lokal mengenai waktu, yang mereka pandang sebagai suatu hal yang bersifat non-linear, sirkular dan kolektif. Tema ini mengandung gagasan tentang Atita, Wartamana, Anagata (Masa Lalu, Masa Kini, Masa Depan) sebagai tiga hal yang bukan hanya tidak terpisahkan antar satu sama lain, namun juga berlangsung secara bersamaan.

Konsep ini membangkitkan representasi metafisik sebuah ‘makhluk’ yang cakupannya jauh melampaui daur hidup seorang manusia individual. Konsep ini menekankan pentingnya keseimbangan dan keselarasan, yang kemudian merajut sebuah benang rapuh yang mengikatkan takdir umat manusia melintasi batasan waktu dan ruang. Pandangan ini membantu kita untuk melampaui individualisme dan mulai berpikir tentang cara untuk bersama-sama merawat satu sama lain sebagai umat manusia, dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Tema ini akan diturunkan menjadi serangkaian program yang menarik yang akan menjadi wadah dialog dan pertukaran kreatif dan intelektual. Tema besar ini akan mencakup sejarah pribadi dan kolektif, penyegaran spiritual, sekaligus konteks sosial, lingkungan, ekonomi dan politik global kontemporer.

Sekali lagi, UWRF akan menampilkan para penulis, seniman, intelektual, cendekiawan, dan pembicara yang akan membagikan pandangan mereka soal sejarah, urusan terkini dan masa depan dunia. Festival ini juga akan memberi penghormatan kepada mereka yang telah membaktikan kehidupan mereka untuk membangun dan memelihara lanskap sastrawi kita, dengan mendukung skena sastra Indonesia dan global, sekaligus meningkatkan literasi dan minat baca.

“Adalah penting bagi kami untuk memastikan bahwa program 2023 kami merangkum perjalanan kami selama 20 tahun terakhir sebagai sebuah perayaan atas seni kesusastraan dan komunitas kreatif kami yang terus berkembang. Ini juga merupakan waktu yang tepat bagi Festival untuk merenungkan hal-hal apa saja yang telah kami raih dan arah yang akan kami tuju dalam 20 tahun berikutnya,” ujar pendiri dan direktur UWRF, Janet DeNeefe dalam press rilis yang diterima tembi.

Pada pekan pertama Agustus 2023, festival kami akan membuka pendaftaran untuk seleksi emerging writers Festival tahun 2024. Kami akan mengumumkan nama penulis terpilih pada Februari 2024, dan mereka semua akan mendapatkan kesempatan istimewa untuk mengikuti sebuah lokakarya penulisan sebelum tampil di Festival 2024.

Karya seni rupa pendamping tema festival 2023 digambar oleh Goenawan Mohamad, salah satu wartawan, penyair dan esais terdepan Indonesia. Sebagai pendiri majalah Tempo, kolom mingguannya Catatan Pinggir lumayan kontroversial dan merupakan salah satu rangkaian esai yang mendapatkan kalangan pembaca paling luas di Indonesia, belum lagi majalah tersebut seringkali berhadapan dengan sensor rezim pemerintahan Soeharto.

Memasuki usia 70-an, Mohamad tiba-tiba menemukan cara baru untuk mencipta, yakni sebagai seorang perupa yang mengkhususkan diri pada seni grafis. Koleksi karya terbarunya menampilkan rangkaian intaglio dan litograf yang diilhami oleh dunia binatang. Untuk karya seni UWRF 2023, ia bekerjasama dengan Devto Printmaking Institute dan dibantu oleh cucunya, Adinda Hapsari, seorang desainer grafis muda. Karya seni grafis yang ia ciptakan untuk UWRF akan tersedia untuk dijual dalam jumlah terbatas di bulan Oktober.

“Karya seni pesanan ini merupakan bentuk penghargaan terhadap karya saya,” ujar Mohamad. “Selain itu, saya juga telah senantiasa mendukung UWRF sejak awal.”

Menurut Goenawan, ia memiliki proses kreatif yang intuitif: “Saya tidak memiliki sumber inspirasi spesifik. Saya biasanya membiarkan diri saya terhubung dengan aspek besar dan kecil dunia, sebagaimana digambarkan dalam puisi kesayangan William Blake: ‘To see a World in a Grain of Sand / And a Heaven in a Wild Flower / Hold Infinity in the palm of your hand / And Eternity in an hour,'” ia menjelaskan.

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×