Daniella duta museum Tembi Rumah Budaya sedang membawakan tembang Mijil foto herjaka

Malam Rabu Pon Putaran 182 di Tahun Ke-20: Doa untuk Indonesia dan Dunia

MASKUMAMBANG

Dhuh dhuh Allah Ingkang Hamurbeng Dumadi,
Nyuwun pitulungan
Mbirat sesakit nggirisi
Virus corona arannya

(Ya Tuhan yang menguasai segala ciptaan, mohon pertolongan, untuk memusnahkan penyakit yang menakutkan, virus corona namanya)

Satu bait tembang Maskumambang di atas dimaksudkan sebagai doa untuk menebar energi ketenangan dan kesejukan di tengah-tengah berita yang menakutkan dan mencemaskan berkaitan dengan penyebaran virus corona baru Covid 19.  Tembang tersebut dikumandangkan oleh Dhimas dan Dhiajeng Bantul 2019 dari Tembi Rumah Budaya pada acara Macapatan Malam Rabu Pon putaran ke-182, 17 Maret 2020.

Tidak ketinggalan pula,  duta museum Tembi Rumah Budaya Daniella menggerakkan para duta museum dan duta bahasa untuk ikut meyemarakan acara bersama para pecinta macapat yang setia datang di Tembi. Angger Sukisno sebagai pemandu menyambut baik kedatangan para generasi muda tersebut dan berharap agar duta-duta muda ini dapat menjadi pelopor anak muda pada umumnya untuk mau belajar mengenal, dan mencintai budayanya sendiri khususnya seni macapat.

Titah Nareswari dhiajeng Bantul melantunkan doa lewat tembang Macapat. foto herjaka

Titah Nareswari dhiajeng Bantul melantunkan doa lewat tembang Macapat. foto herjaka

Di sela-sela tembang macapat, paguyuban karawitan Among Raos pimpinan Bapak Wakijo dari Bangunjiwo Kasihan Bantul menyemarakan suasana macapat, dengan menyajikan gendhing-gendhing gamelan Jawa yang dibawakan oleh pesindhen dan swarawati (vokal putri) wiraswara (vokal putra) dan pengrawit (pemusik).

Sejak Tembi Rumah Budaya berdiri di tahun 2000, seni macapat digelar setiap selapan (35) hari sekali. Sampai dengan tahun ke-20 ini sudah menggelar 182 putaran. Acara Macapatan Malam Rabu Pon, demikian para pecinta macapat menyebutnya, mengambil materi pokok dari serat Centhini, yang pada putaran kali ini sudah sampai pada jilid 6 Pupuh 357 dengan tembang Mijil, yang menceritakan perkawinan Seh Amongraga dan Niken Tambangraras.

Selain serat Centhini sebagai materi pokok panduan, ada beberapa materi dari sera-serat lain selain Centhini yang sesekali diikutsertakan sebagai varian, termasuk teks-teks gubahan baru  dan nada-nada rekaan baru, hasil kreativitas dari para pecinta yang tematis.

Angger Sukisno pemandu didampingi Didik Supriyantara ahli karawitan dari Bantul foto herjaka

Angger Sukisno pemandu didampingi Didik Supriyantara ahli karawitan dari Bantul foto herjaka

Dengan demikian Macapatan Malam Rabu Pon tidak sekadar klangenan bagi pecintanya, melainkan juga ajang kreativitas untuk melahirkan gubahan-gubahan baru yang relevan dengan situasi terkini melalui media tembang macapat. Tentunya menjadi pas dengan hadirnya generasi muda. Karena merekalah yang bakal meneruskan seni leluhur kepada generasi milenial yang bergerak cepat serta dinamis.

Karawitan Among Raos sedang membawakan gendhing-gendhing Jawa. foto herjaka

Karawitan Among Raos sedang membawakan gendhing-gendhing Jawa. foto herjaka

“Dari saya untuk semuanya, mari berdoa bersama” demikian Galuh Putri Satyarini pemenang I Dhiajeng Bantul 2019 melalui instagram mengajak kita semua untuk berdoa dengan tembang Maskumambang: Dhuh-dhuh Allah Ingkang Hamurben Dumadi …… dan diteruskan oleh dhimas Hendri dan dhiajeng Titah, semua berdoa, sebelum kemudian Angger Sukisno menutup acara dengan doa pula. Semoga semuanya baik-baik saja dan dapat berjumpa kembali di acara macapatan  selanjutnya.

Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×