Agustina Thamrin membaca puisi di Amphytheater Tembi Rumah Budaya

In Memoriam Agustina Thamrin Penyair, Puisi dan Persahabatan

Puisi bisa menjadi medan persahatan antarpenyair dari berbagai kota, bahkan bukan hanya antarpenyair, di antara pecinta puisi bisa saling bergaul dan bersahabat melalui puisi. Saya kira, puisi yang mempertemukan saya dengan Agustina Thamrin, seorang penyair dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan,  yang pada Minggu 17 Mei 2020, pukul 15.30 pergi untuk selamanya. Duka yang begitu mendalam menggelayut di batinku, mungkin juga di hati teman-teman penyair lainnya.

Persisnya tahun berapa saya lupa, melalui komentar di Facebook dia memberi tahu bahwa akan terbang dari Kalimantan untuk menuju Tembi Rumah Budaya menyaksikan sejumlah temannya membaca puisi di Sastra Bulan Purnama, dan dia akan ikut membacakan puisi karya temannya.

Itulah Agustina Thamrin, perempuan penyair yang tinggal di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dengan sangat gampang meninggalkan kota tempat tinggalnya untuk bertemu dengan penyair lainnya dari beberapa kota. Setelah itu, Agustina, demikian kawan-kawan sering memanggil, atau panggilan lain Gustine, sering tampil di Sastra Bulan Purnama.

Suatu kali, dia tampil membacakan puisi di Amphytheater Tembi Rumah Budaya, mengenakan pakaian Kalimantan Selatan, dan minta disediakan api dan  hio, agar suasana mantranya terasa kuat. Begitulah, Agustina selalu sungguh-sungguh dalam tampil membacakan puisinya.

Entah sudah berapa kali dia tampil membaca puisi di Tembi, karena terkadang dia muncul di Sastra Bulan Purnama, secara tiba-tiba. Kali terakhir dia di Tembi, ketika Sastra Bulan Purnama edisi 100, diisi peluncuran buku puisi berjudul ‘Kepak Sayap Waktu’ puisi karya 49 penyair, salah satunya adalah puisi Agustina Thamrin.

“Mas Ons, saya bisa datang Sastra Bulan Purnama bulan Januari 2020,” pesannya dikirim melalui WA.

Minggu  pagi, 17 Mei 2020 saya membaca pesan melalui  grup WA mengabarkan bahwa Agustina Thamrin masih di rumah sakit, meminta teman-temannya mendoakan agar kesehatannya segera pulih kembali, dan Minggu sorenya, pukul  15.30, saya mendapat kabar bahwa Agustina Thamrin pergi untuk selamanya. Kabar itu menyebar melalui media sosial, dan semua teman penyair yang mengenalnya saling memberi kabar kepergian dia untuk selamanya.

Agustina Thamrin  bersama para penyair dari beberapa kota di Tembi Rumah Budaya

Agustina Thamrin bersama para penyair dari beberapa kota di Tembi Rumah Budaya

Selain di Tembi, saya sering bertemu Agustina Thamrin di Tegal, TIM Jakarta  dan Semarang. Saya selalu senang melihat dia tampil membaca puisi. Hampir selalu tidak lepas dari kostum Kalimantan Selatan, atau setidaknya tanda yang dikenakan, bahwa dia dari Kalimantan Selatan.

Di Yogya, dia tidak hanya membacakan puisi di Sastra Bulan Purnama, tetapi juga membaca puisi di tempat-tempat lain, misalnya di Senja Bersastra Malioboro, di Kopi Nogo, atau di pendhapa Cekokan, di kompleks ndalem yang pernah menjadi kampus ASDRAFI.

Suatu kali, koreografer Bimo Wiwohatmo menelepon saya, memberi tahu, ada teman yang ingin ketemu saya.

“Halo mas Ons,” suara dari telepon, dan saya segera tahu itu suara Agustina Thamrin. “Sedang di Yogya ya,” kataku.

Begitulah, Agustina Thamrin di Yogya mempunyai banyak teman, bukan hanya dari kalangan penyair, tetapi termasuk seniman lain, di antaranya koreografer seperti Bimo Wiwohatmo.

Kepada semua temannya, kapan dia bertemu, di manapun bertemu selalu dia menyapa, dan pasti mengajak bercakap meskipun hanya sebentar, setidaknya orang tahu, bahwa Agustina Thamrin mudah akrab kepada siapapun, dan jika kembali bertemu dia tidak akan lupa.

Agustina Thamrin lahir 28 Agustus 1967, di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Ia banyak menulis puisi, buku puisi pertamanya berjudul ‘Membelah Dada Banjarbaru” (2016), puisi lainya banyak masuk dalam antologi puisi, di antaranya antologi puisi seri Negeri Poci, dan sejumlah antologi puisi bersama lainnya. Buku puisi karyanya yang lain, ygan terbit tahun 2018 diberi judul ‘Mantra Malam’.

Adri Darmaji Woko, penyair dan sahabat Agustina Thamrin, mengaku terpesona ketika melihat penampilan Agustina Thamrin dalam membaca puisi di Tegal, dalam perhelatan Dari Negeri Poci ‘Negeri Laut’.

“Saya termasuk orang yang terpesona, ketika penyair Agustina Thamrin yang berasal dari Banjarbaru,  ikut tampil dengan dramatisasi puisi dalam perhelatan Dari Negeri Poci ‘Negeri Laut’ pada bulan November 2015 di kota Tegal. Jawa Tengah. Mengenakan busana adat Dayak, Agustina Thamrin membaca, menari, memantra sedemikian rupa, hingga terbangun suasana kehidupan keseharian Dayak, yang dalam hal ini Dayak di pedalaman Kalimantan Selatan,” kata Adri Darmaji Woko.

Kini, Agustina Thamrin telah pergi, selamat jalan penyair. (*)

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×