Bianglala
Musim hujan di Kota Malang
Pelangi di tepi Sungai Brantas itu
Indah menawan bak tepian mata
Kemilap cahayanya ingin mengabadikan
Tatkala senja mengujung tiba
Matahari tersangkut di kabel
Bocah-bocah sebaya bersahaja
Menarik layang-layang
Bila di Jakarta angin saja dijual
Di kotaku angin bertebaran
Melesat ke segenap penjuru ruang
Pohon nyiur di tepi jalan
Malang, 20 November 2019
Maskumambang
Siluet kapal menyempit ke pulau
Cahaya kuning dipancarkan
Mengapung dengan gelombang laut
Tercubit pasir basah
Gelora tangis bayi merah
Menangkup bebatuan telanjang
Berpayung pesisir sampai
Tohor telaga suci
Di keruh cahaya bulu matanya
Merayap kasih sayang
Tali pusat masih tertambat pada rahim
Jangan kelak beringkar janji
Kalipare, 4 April 2020
Tanah Bijana
dedunan pohon melambai
tiupan angin menyapu debu halaman
perih menyapa mataku
bertanya kabar tentang musim dingin
tempat di mana pertama kali sanda meneguk air susu
dari hasil ibu memakan makanan yang tumbuh di tanah asalnya
tiada kerinduan selain kerinduan
seolah hati baru saja sembuh dari ngilu bising kota
mendengar lagi suara nun jauh tertinggal oleh putaran waktu
di sudut peraduan nasib orang-orang melarat:
wewangian baju kota
lampu gedung pencakar langit
serta anak-anak jalanan yang masih terusik dari tidur malamnya
duhai wajah teduh berambut mati
letih kusimpan rindu di antara lipatan kulit ular
mendedah cangkul saat
kerutan wajah mulai tampak pada kaca
sisa-sisa kenangan
guratan masa lalu sebelum semburat senja senandung diri di halaman
pada hari sebelum senja itu
meringkuk memasuki pintu malam berbintang
anak-anak kembali belajar mengaji
membersihkan daki di sekujur tubuhnya
kepada siapa pertama kali
sanda belajar berbakti
Bangkalan, 29 Maret 2020
Sajak Nelayan
Ingin kudekap cintamu
Dari tiap-tiap kecupan bibir pantai
Berlayar jauh ke bintang
Laut dangkal
Dan aku pun terdampar
Sebab perahu kayu
Hanya bermain mata dengan cuaca
Perselisihan.
Bila wajahmu tinggal batu karang
Tiada tungku dapat terbakar
Bangkalan, 25 Maret 2020
Cangkir Bulan
Pada cangkir bulan
Laut mati sehitam karbon
Rambut jerami
Mengaji seorang Rumi
Karam Nur Aini
Jangan coba merayu
Sanggama pengantin baru
Benang basah
Pautan kasih asmara
Terbuai harmoni
Menari tanpa telapak kaki
Kepala dua purnama
Bertanya nama sendiri
Bangkalan, 27 Maret 2020
—
Moehammad Abdoe, alumnus SMA Jenderal Sudirman Kalipare, Malang, anggota Komunitas Bisa Menulis (KBM 2013). Lelaki kelahiran Malang, 27 Mei 1999 tersebut juga aktif di sebuah komunitas (Pemuda Desa Merdeka 2015) yang ia dirikan dengan menjunjung tema-tema sosial, seni jalanan, dan semangat para pemuda. Kecintaannya pada dunia sastra telah melahirkan banyak karya yang bertebaran di berbagai buku antologi cerpen dan puisi antara lain: Antologi bersama Suara Rakyat (2018), Bianglala (2018), Aksara Rindu (2019), Lampion Masa Depan (2019), Potret Kehidupan (2020), dsb. Selain itu, karyanya juga mulai meraba media massa koran daerah. Alamat email-nya (Moehammadabdoe@gmail.com). No. Tlp. Wa. (085730551400). Facebook (Abdu_thetoasters@yahoo.com).
One response
#moehammad_abdoe, sugeng sonten puisinya, Mas.