Tembi Rumah Budaya 1-Foto Koleksi Tembi-a.sartono

Dampak Wabah Virus Corona bagi Lembaga Kebudayaan Tembi Rumah Budaya

Wabah virus corona yang diawali dari Wuhan, China akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia. Begitu banyak usaha untuk membendung wabah ini, namun toh hampir semua negara di dunia terjangkitinya dengan berbagai tingkat keparahan yang berbeda-beda.

Wabah ini akhirnya “mematikan” hampir semua aktivitas karena orang harus melakukan pembatasan sosial dan fisik. Bahkan orang juga harus tinggal di rumah saja. Boleh keluar rumah namun hanya untuk urusan yang dipandang urgen. Di luar itu disarankan untuk tinggal di rumah saja.

Akibatknya nyaris hampir semua kegiatan manusia berhenti. Tidak pandang bulu. Baik itu kegiatan ekonomi, sosial, olah raga, seni-budaya juga berhenti. Agenda atau jadwal yang telah disusun tiba-tiba harus ditangguhkan dengan ketentuan waktu yang tidak bisa ditentukan.

Banyak orang tiba-tiba harus berhenti atau diberhentikan dari pekerjaanya. Penghasilan tiba-tiba hilang atau tidak ada lagi. Banyak pula yang mesti beralih pekerjaan. Kerja apa saja asal bisa makan.

Tembi Rumah Budaya 3-Foto Koleksi Tembi-a.sartono

Tembi Rumah Budaya 3-Foto Koleksi Tembi-a.sartono

Orang dengan tiba-tiba harus hanya memikirkan untuk memenuhi kebutuhan primernya saja. Tidak pada hal yang lain. Selain itu, orang dilanda kecemasan yang luar biasa karena ancaman virus corona yang tidak kelihatan oleh mata telanjang itu bisa menjangkiti siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Dampak wabah ini juga menimpa Tembi Rumah Budaya. Oleh karena itu hampir semua kegiatan dan program di Tembi berhenti. Bale Inap, Warung Dhahar, Angkringan, Museum, Kursus-kursus, Berita Budaya Online, dan lain-lain semuanya harus berhenti. Semua orang di Tembi pun bingung. Musti ngapain?

Muncul gagasan untuk bekerja atau berkegiatan untuk merawat kompleks Tembi secara bergiliran karena sungguh sangat tidak masuk akal jika kompleks tersebut ditinggal begitu saja. Ia membutuhkan perawatan berkala sambil terus mencoba mencari alternatif untuk tetap hidup.

Kegiatan kerja bakti dihidupkan. Kegiatan bertani dengan mengolah lahan yang selama ini kurang tergarap lebih diintensifkan. Kegiatan yang bisa dialihkan dengan live streaming tetap dilakukan. Pada sisi-sisi ini ada ketergagapan.

Mula-mula memang terasa aneh dan kikuk. Bahkan merasa enggan dan berat. Bagaimana orang yang semula lebih banyak duduk di depan komputer tiba-tiba harus, mengepel, mengelap, menyirami tanaman, dan sebagainya. Bagaimana orang yang biasanya lebih banyak berkegiatan seni tiba-tiba harus melakukan itu semua. Semua itu mungkin tidak terbayangkan sebelumnya, namun kini menjadi hal yang harus secara riil dijalani.

Tembi Rumah Budaya 2-Foto Koleksi Tembi-a.sartono

Tembi Rumah Budaya 2-Foto Koleksi Tembi-a.sartono

Hal-hal yang dirasa berat lebih-lebih dengan penghasilan yang juga berkurang drastis harus diterima sebagai kenyataan. Selayaknya orang Jawa bilang, akeh kurang sethithik cukup (banyak kurang sedikit cukup). Itulah yang boleh jadi pelajaran untuk diresapi bersama. Hidup adalah rangkaian harapan demi harapan. Bukankah sesungguhnya manusia adalah makhluk yang paling fleksibel dalam beradaptasi? Dengan serangkaian harapan itulah manusia beradaptasi terus-menerus.

Sambil terus bersikap hati-hati, memupuk harapan adalah sesuatu yang utama bagi semua manusia. Tanpa harapan manusia sudah kehilangan dayanya. Bukankah harapan itu sendiri sejatinya adalah baterai yang terus “menghidupkan” manusia. Sesulit apa pun hidup, harapan akan membangkitkan energi untuk menghadapinya. (*)

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×