Gendewa Dewi
Aku menjadi gendewa
Bagi mata
Bagi telinga
Bagi kata kata
Melenting ke arahmu
Dengan sececap rasa
Di ujung panahnya
Akan kutembus jantungmu
Dan mukim disana
sesukaku
Semarang , 2 Mei 2020
Selaksa Rasa
Selaksa rasa
menjilatkan apinya kepadaku
geram dendam dalam
diperam masa beratus jam
Duhai rembulan
sibaklah awan malamku
biarkan aku tak sendirian
menitahkan gigil kata
Sampaikan hembus nafasku
kembalikan padanya
yang selalu menyergap
segenap inderaku
Semarang , 20 Januari 2020
Masih Punya Tiket Untukmu
Di peron ini kau kutunggu
Derit roda kereta bercengkerama
Meramaikan penantianku pada
Kedatanganmu yang belum tentu
Selintas orang orang berkemas
Riuh memilah jalan, sementara
Rokokku masih nyala
Kopiku masih panas
Kutunggu kau dalam ragu
Kabut asap menari di jemari
Detik demi detik merintik
Dilema sepanjang penantian
Baiklah, tiket untukmu
Kutitip pada dinding waktu
Aku akan bergegas dahulu
Menyelesaikan satu soal tanpamu
Semarang , 3 Maret 2020
Pencarian Tentangmu
Aku mencarimu
Di sepanjang penyusuran
Pada tapal batas kota
Pada swalayan yang berpendar manja
Pada mimpi yang kukemas sebelum tidur
Pada secangkir kopi yang kuseduh selepas subuh
Aku mencarimu di halaman halaman buku
Di perkataan setiap sahabat
Di tikungan tanpa tujuan
Di celoteh pedagang yang menawarkan nikmat
Pada cafe dan sepiring lasagna
Perjalanan yang tak pernah tamat
Di sebuah boulevard aku terduduk lamat
Jingga langit membuka pintu
Tak kemana aku merasa
Hanya bersamamu di dada |
Ya, di dada
Semarang , 12 Desember 2019
Bumi Bergetar
Bahwa alam ini tidak hanya aku, engkau dan mereka. Yang tidak diperhitungkan akan hadir. Seperti mahluk ukuran nano yang hidup di atmosfir. Atau virus tak kentara yang malang melintang membuat manusia lintang pukang.
Kita hanya sebagian kecil materi yang gampang terkena bencana. Atau sekumpulan debu liat yang mudah lantak oleh derai angin. Juga oleh musim yang tak tentu basah, tak tentu kering.
Bumi terus berputar. Daun daun terus berpendar. Kehidupan akan mencari muaranya. Sampai saat iklim menjadi beku. Dan gua batu menjadi penutup bagi pintu pintu.
Semarang , 30 Mei 2020
——-
Evita Erasari, tinggal di Semarang. Pendidikan: S1 Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang. Karya puisinya masuk dalam sejumlah antologi puisi: Tambak Gugat, Semarang Sepanjang Jalan Kenangan, 13 Perempuan Menanak Sajak, Progo 6, Antologi Puisi Corona, Perempuan Bahari.
No responses yet