Takut, tangan di antara kita terpotong
Aku harus bagaimana lagi
Seumpama tangan di antara kita terpotong
Barangkali ada hujan sepanjang tahun di kepulauanku
Yang tak mengenal segala arah
Tapi bukan hanya hujan saja
Akan ada hujan darah sepanjang arah
Seumpama tangan di antara kita terpotong
Pulau kecil ini akan di bawa ke mana
Lebih baik pergi, menyendiri, yang tak harus melihat manusiawi
Sebab aku malu pada kata-kata madah
Yang sudah terdengar, apa lagi kata-kata engkau
Yang sudah mekar di ladang penuh mawar
Tapi ini hanya ilusi
Semoga tak terjadi
Biarlah doa-doa yang pernah kita ucapkan bersama
Tumbuh dalam keadaan purnama
Di sini aku memuja paling kudus di waktu doa.
27-05-2020.
Ikanku cukup berwarna
Ada ikan-ikan berkeliaran di samudra
Penuh warna-warni
Tapi aku hanya melihat saja
Tak ada warna yang menjadikanku terbuka
Kecuali ikan yang ada di rumah kecilku,
Ia membuatku bahagia yang selalu
Menari-nari di ujung mata
Hingga lahir di ruang rasa
Ikan peliharaanku di tempatkan di jendela
Bukan hanya di jendela saja
Kuletakkan di tempat berpuisi, bukan hanya itu saja
Melainkan dalam sujud ilahi saban hari.
28-05-2020
Inikah lukisan-lukisan cinta
Namamu pasang-surut di kediaman pantai
Dengan senyuman sumringah aduhai
Air dengan keadaan tenang gemuruh pun tak bisa melanglang
Ayunan-ayunan saat malam semakin menderang
Di kediaman mimpi lukisan langkahmu menerawang
Hingga aku terbang dari ranjang
Merangkak ke tempat lukisan engkau yang datang
Padahal tak ada gendang yang datang
Mungkin inikah lukisan-lukisan cinta yang akan terjadi lalu abadi
Semoga tuhan menilai dengan baik hati.
18-06-20/15.02
Abu dapur mengaji
Angin bergelombang mengayun-ayunkan tubuh malam
Gigil, dingin, di rajam angin
Sepasir lelah terdampar
Di petak halaman wajah sudah lunglai
Tubuh siang
Keringat, cemas, di bakar panas
Tanah berapi, retak di kaki
Otak merambat, menjelar kejalan ular
Angin melambai-lambai di tubuh senja
Dzikir, mengaji, suasana islami
Perihal senja merayap rasa kurma, pada dunia
Dzikir, ngaji, bulu kuduk berdiri
Mengaiskan rasa takut pada mati,
Bergegas bersholat jari-jemari,
Abu dapur yang menumpuk sudah mengaji.
2020
Aku tak akan sakit hati
Sutrawati, ada kata yang menelikung di hati
Bisakah kau mengulurkan celana cilik padaku
Jika kau pantas bersanding dengan engkau
Tak ada kata bimbang terdampar di kepalamu
Sutrawati, setelah terlihat tumitmu
100 bidadariku di mata hilang begitu saja
Begitu sempurna engkau
Bisa menelanjangi lingkaran nafsu birahiku
Sutrawati, sudah dua kali kau di sanjung
Permintaanku barusan bukan lantas aku cinta
Bukan lantas aku munafik
Karna ulah wajahmu yang keterlaluan
Surtawati, minggu yang lalu wajahmu
Menyapa di tikungan tajam
Hingga aku tak bisa terpejam
Kini wajahmu menjelma di atas kasur basah
Sutrawati, jika suatu waktu aku diam-diam mencintaimu
Lalu kau tahu pada penderitaanku
Tapi engkau menghianatiku
Pergi dariku menghapus pesan-pesanku
Sutrawati, aku tak akan sakit hati lantaran aku di khianati
kata-kata sudah menjadi boneka setiap luka
Dan juga siapa yang melukai akan berdarah-darah namanya
Dalam kata-kata yang sudah kuabadikan saja
aku hanya sakit hati, apa yang sudah kujalani berhenti
03-mei-2020
——-
En. Aang MZ Lahir 18-05-2001 di Pulau Gili Raja Sumenep. Alumni Nurul Huda II, dan sekarang nyantri di PP Annuqayah daerah Lubangsa selatan. Antologi puisinya adalah Rahasia rasa publisher (2019) Janji Senja JSI, (2019), Pena artas (2019), Jejak rasa di ruang jiwa (komunitas antologi sastra) 2020, Tergolong 10 Penulis Terbaik Versi NegeriKertas.com Edisi Pejuang Garda Terdepan (2020), Antologi puisi bersama PEREMPUAN ISTIMEWA(2020), PANDEMI PUISI antologi bersama melawan covid-19 (2020), Antologi bersama virus corona yang diselenggarakan Forum Sastra Bogor (FSB) 2020. Serta nangkring di media Nusantaranews, Takanta, Simalaba, Travesia, Apajake, Sukma, Mbludus, Serikatnews, kancahmedia, puisipedia. Koran pendidikan, Malangpost. Kini aktif di Sanggar Basmalah. Email; aangmz009@gmail.com/083893021726
No responses yet