Indri Yuswandari

Puisi Indri Yuswandari

Sesudah Kerusuhan

Sejak buku terpisah dari halaman jaman
Aku seperti membaca sebuah hikayat tak pernah tamat
Pada lukisan wajah-api yang terbakar  perjanjian
Di atas tanahluka sesudah pertempuran

Huma matanya yang elang memanggil angin
Menyimpul gaduh hasratnya samudera misteri
Kilau senyumnya tunduk pada pejam matahati
Mengikat hitam mimpi cintanya sampai ke kaki

Bertanya ia, tentang nama dan usia yang terlupa
Setelah kerusuhan kota menjelma telaga
Meski jarakapi menjadi niskala ketika bertatapmuka
Sebagaimana asmaranya Rahwana kepada Shinta

03.02.2020

Jelang

Jelang tengah malam
menelusur jalan berhujan
kemana akan pergi makan?

Kota yang tak pernah tidur
sejarah kejayaan masa lalu
raja raja dan kepala suku

Pusaka-pusaka kehidupan
surga yang terbentang
tak sedetik, pantang ditinggal

Di puncak negeri berbatu
berlarian bocah bocah lucu
deras hujan menjelma restu

Nyanyian masa kecil
desaku yang kucinta
naik-naik ke puncak gunung

Menatap mata senyap
mengubur keluh dekap
terucap tanpa cakap

12.03.2020

Ruang Kerja

Di sudut ruang itu ia duduk tenang
Tekun membuat konsep masadepan
Menyiapkan rencana dengan laptop pribadinya

Buku-buku tebal di atas meja
Catatan-catatan kesaksian
Atas segala peristiwa
Perjalanan negeri yang dicintainya

Ia datangi banyak tempat
Melihat dari dekat
Merasakan denyut rakyat
Tak ingin ada yang terlewat

Di sudut ruang ia pajang ribuan kenangan
Gerak juangnya tersembunyi di arsip ingatan
Tak ada yang boleh salah di setiap titik koma

Ia semat segala amanat di lembar data riwayat
Nasihat para tetua tentang negeri yang raya
Masihkan kalian bertanya darimana ia bermula?

01.04.2020

Epos Lamma

Lamma menatap cakrawala
Melangkah menuju matahari terbit
Melintasi sawah, gunung dan bukit
Sesekali berhenti di rumah-rumah candi
Mengamati jejak batu kisah raja masalalu
Lamma mendekap dada, beribu tanya berkecamuk di kepala
Ada apa dengan negeriku?

“Negeri subur makmur gemah ripah lohjinawi, terkenal dengan zamrud khatulistiwa, yang budayanya adi luhung dan penduduknya ramah tamah, dengan hasil bumi berlimpah yang sebenarnya cukup bagi kesejahteraan seluruh rakyat negeri,tapi masih banyak ketimpangan dalam kehidupan masyarakatnya”

Langkah kakinya membawa ke desa-desa  tempat petani menanam padi, beternak dan berkebun

Berdiri di tengah hamparan sawah yang padinya mulai menguning, benaknya sarat dengan pikiran dan pertanyaan

“Kenapa masih ada kemiskinan dan ketidak adilan, banyak masyarakat akar rumput tak tersentuh kebijakan pimpinan”

Sudah jelas cita-cita para pendiri bangsa yang tertuang dalam lima sila Pancasila dan UUD1945

Sebuah cita-cita luhur tentang negeri Indonesia yang merdeka, berketuhanan, berkemanusiaan yang adil dan beradab.

Negeri berdaulat adil dan makmur, bergerak bersatu dalam mewujudkan kemakmuran bangsa bersama seluruh elemen masyarakatnya dalam semangat persatuan dan gotong royong.

Berdiri di pusat malam, Lamma menatap langit purnama, tak ada yang terlihat kecuali gemerlap kejora serupa cahaya hatinya yang bergelora tak pernah redup oleh pikiran-pikiran bagaimana merajut harapan menjadi kenyataan

“Barangkali aku harus lebih banyak membaca catatan perjuangan para pendahulu, mengokohkan langkahku memperjuangkan kehidupan rakyat kecil, meski untuk itu aku harus masuk ke tempat terpencil dan terkucil”

Lamma berjalan membawa getar hatinya yang bergelora, memasuki banyak desa, mendengarkan cerita berita, menjabarkan merahputih jiwanya, napas cinta bagi negerinya

27.05.2020

Ruang Tunggu

Entah pada deretan berapa
aku dan engkau berada
di ruang tunggu yang sama
hirukpikuk para pejalan pulang
menuju terminal pemberhentian

Kita masih ada

Pintu yang selalu terbuka
Pembebas ikatan terpenjara
Perjalanan tak pernah pupus
Jantung rindu takkan lampus
Jarakpandang menjelma humus

Hela napasku doa

Benar sepi adalah rindu
Luapan hasrat menuju batu
Tak tertebak arah jalan
Hujan merindukan perjumpaan
Angin laut seolah maut

Di detakku namamu

Benarkah kita kalah
Di hempas keluh kesah
Kesepian yang menghukum
Genggaman mulai alum
Kenangan tak pernah salah

Kubasuh wajah hatiku

Lenyap senja ke temaram
Menghantar rebah di pelabuhan
Ruangtunggu beranjak sepi
Segenap ruh riuh menggapai
Lepas dari yang mengagumi

Kita hanyalah sunyi

02.06.2020

—-

Indri Yuswandari, tinggal di Kendal Jawa Tengah. Sudah menulis 3 antologi puisi tunggal berjudul: Lukisan Perempuan ( 2017), Ini Hampir Pukul Tiga (2018, mendapat juara 3 Lomba Penulisan Buku Kreatip Dapur Sastra Jakart), Teka Teki Catatan Kaki ( 2019 ). Puisi-puisinya juga dimuat di lebih kurang lima puluh antologi bersama penyair Nusantara dan dua antologi Malaysia.

Selain menulis puisi Indri juga membaca puisi dan geguritan di berbagai kota.

Sekali waktu juga menjadi juri lomba baca puisi/bercerita “Mbah Jenderal” adalah cerpennya yang pertamakali lolos Balai Bahasa Jawa Tengah 2019. Sehari-hari Indri mengabdikan dirinya di TPQ (Taman Pendidikan Qur’an) di dekat rumahnya, kegiatan ini sudah ia lakukan sejak tahun 2000. Bisa dihubungi lewat FB : Indri Yuswandari.

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×