Produksi 4 Naskah Sandiwara Radio Karya Karyawan Tembi Rumah Budaya

Albertus Sartono (penulis dan karyawan Tembi Rumah Budaya) yang pada pada tahun 2019 menyabet kemenangan penulisan bergengsi di DIY untuk tiga kategori sekaligus (novel berbahasa Jawa, kethoprak, dan sandiwara radio berbahasa Jawa) terus berkreasi dengan cukup produktif. Empat buah naskah sandiwaranya bahkan sudah diproduksi.

Naskah pertama, Onthel Glembuk yang memenangkan lomba penulisan naskah sandiwara radio berbahasa Jawa telah diproduksi oleh Tim Pengembangan Sandiwara Radio Berbahasa Jawa Dinas Kebudayaan DIY. Demikian juga halnya dengan naskahnya yang berjudul Para Durjana. Keduanya diproduksi tahun 2019. Sedangkan dua naskah sandiwara radio berbahasa Jawa lain karya Albertus Sartono, yakni Ngelmu Katosan dan Rewang diproduksi pada tahun 2020 oleh Teater Banyu Bantul bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Bantul dan Radio Persatuan Bantul.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa karya-karya Albertus Sartono merupakan karya yang dapat dipandang sebagai berkualitas dan diharapkan cukup digemari penikmat siaran radio maupun Youtube. Satu hal yang menjadi harapan pendengar radio maupun Youtube adalah isi dari materi siaran sandiwara yang penuh suspens. Isi yang tampil secara datar sekalipun tema dan garapan materinya bagus akan membuat pendengar ngantuk dan kurang terikat olehnya. Siaran auditif menuntut suguhan suara yang jelas, enak, berkarakter, dinamis, greget, konflik yang mencekam, isu yang aktual, peristiwanya dekat dengan kehidupan keseharian para pendengarnya. Itulah beberapa hal yang mungkin bisa dicatat, yang umumnya menjadi keinginan pendengar di bawah sadarnya.

Tampaknya itulah yang menjadi sasaran karya-karya Albertus Sartono. Dalam naskahnya yang berjudul Onthel Glembuk ia mengetengahkan persoalan yang dalam kebudayaan Jawa disebut dengan istilah ngglembuk. Ngglembuk adalah tindakan membujuk rayu dengan cara-cara yang sangat halus, penuh hormat, penuh pujian, dan bahkan menjilat serta merendah dengan tujuan mendapatkan sesuatu dari orang yang di-glembuk. Tindakan semacam itu sering tidak disadari oleh orang yang diglembuk. Kalaupun ia sadar dan tahu, ia tidak kuasa atau tidak enak hati untuk menolaknya.

Naskah Para Durjana menceritakan tokoh yang berprofesi sebagai pencuri, namun karena rasa belas kasihannya kepada warga dusun yang akan jadi sasarannya ia justru berusaha melindunginya dari sasaran perampokan bersenjata api. Ia melihat perampok tersebut berjumlah empat orang dan segera melapor ke pos ronda, namun ia justru dicurigai, ditangkap, dan diserahkan ke polisi oleh Pak Dukuh dan sebagian warga. Di balik itu semua perampok yang dilaporkan si tokoh (Glempo) leluasa merampok rumah Pak Dukuh dan membelenggu warga. Ngelmu Katosan mengisahkan tentang dua orang yang beda pendapat. Tokoh yang satu bergelar doktor namun sombong dan keras bicaranya dihadapkan pada tokoh yang secara akademis hanya lulusan SD namun juga keras bicaranya. Keduanya terlibat adu mulut dan tidak ada yang mau mengalah. Sampai akhirnya ibu dari tokoh doktor meninggal dan tokoh lulusan SD yang menguasai urusan penguburan jenazah tidak mau membantu kesulitan tokoh yang doktor tersebut.

Naskah Rewang menceritakan tentang hasrat ingin dihormati, dipuji, seorang ibu rumah tangga sehingga ia ngotot untuk mengadakan hajatan dengan mengundang banyak orang, termasuk yang rewang (gotong royong kaum ibu menyiapkan segala makanan untuk pesta hajatan). Di tengah gotong royong itu ibu rumah tangga tersebut justru jadi rerasanan oleh yang rewang. Ibu rumah tangga tersebut akhirnya tahu karena ada yang tumbak cucukan (suka mengadu) sehingga kacaulah acara hajatan tersebut. Pada sisi-sisi itulah Albertus Sartono sesungguhnya menyisir ketegangan (konflik) yang selalu dapat muncul di semua titik persinggungan antartokoh. Cerita tersebut tentu tidak utuh jika kita tidak mendengarkannya langsung melalui media yang telah disebutkan di atas.(*)

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×