Menua
Menualah dengan puisi,biar diksi-diksi kekal mengabdi
Usia yang tak lagi muda,sudah tenang bersetubuh dengan rasa.
Jangan meracau ketika waktu kacau
Tuhan bakal menyuguhi doa-doamu yang mendesau
dari langit yang tak pernah risau
Masih jauh tuju yang perlu kau tempuh
Takdir tergelar biar bisa kau lewati tanpa ragu
Engkau sudah ditunggu Emak Bapak di pelataran harap
Semoga selamat kakimu menderap
Tak usah cepat-cepat berjalan
Sebab banyak batu kecil di hadapan
Lihatlah seksama arah
Agar bingung melepasmu gembira
Ketika sudah bertemu mereka
Hadaplah ke belakang jangan lupa
Aku tersenyum, gerimis di mata jatuh
Sebab puisi memelukmu utuh
4-5 oktober 2020
Selamat Menempuh Usia Baru
“Selamat menempuh jalan baru”
Tertulis rapi di karangan bunga depan hatimu
Beberapa berjejer melintang
Yang lain menjadi taburan harapan
Semua orang berucap sama
Sama-sama doa sebagai hadiah
Aku;sama sekali tak berucap
Doa saja tak sempat kurangkap
Kulihat kau sibuk menyalami mereka
Satu per satu, tua, muda
Sementara aku di pojok jantungmu
Sedang berdetak rindu
Sudah banyak kau jejaki hidup
Tak sedikit uji meringkuk
Bersamaku sempat kau cerita kisah
Semoga mencuat ke langit paling bahagia
Dari tempatku diam, aku berjalan menujumu
Membawakan seutas tali rafia
Biar kuikat erat harapku
Untuk menjamu segala dalam dada
Tak lupa kue berbentuk hati kuberi
Biar hilang nyeri
Lilin angka dua puluh satu
Dengan api yang hidup dari duka masa lalu
Selamat menunaikan gema usia
Biarkan semesta berdoa
Tawa merangkulmu hangat
Sedang luka perlahan terpahat
06 Oktober 2020
Semangkuk Bubur
Bu, kau buatkanku bubur
Dari rundukan padi bertabur
Diolah menjadi sangat hancur
Biar bisa kutelan kasih paling jujur
Enak sekali rasanya menetap di lidah
Sebab baik cintamu adalah rempah
Semangkuk sudah sempurna kuhabiskan
Tak tersisa luka-luka bersemayam
Ranumlah degup di jantung
Tak kaubiarkan senyum murung
Walau panas sangat suhu batin
Suapan harap darimu membuatku dingin
Selepas kusantap bubur dengan hati mantap
Doa-doa meniadakan dahaga yang mendekap
Katamu,semoga lekas sembuh aku
Biar kembali tubuh meringkus puisi dahulu
Oktober 2020
November dan Hujan
Hujan telah mendinginkan doamu malam ini
Tetes demi tetes harap bertumbuhan rapi
Ia menjatuhi tanah atas perintah Tuhan
membawakanmu sebening rindu tak tertanggalkan
Pemilik hujan memelukmu dengan angin pelan
Yang membisikkan tasbih penuh harapan
Tenanglah,
Umurmu sedang ditaksir
Doa dan harap tergarap bergilir
November 2019
Satu Menit Bersama Masa Lalu
Barangkali kenang semisal mawar
Sengit aromanya menebar
Ke hidung, lalu rongga harapan
Menuju detak jantung paling dalam
Duri-durinya tajam menikung
Hampir seluruh cinta membusuk sebab goresan
Ia melukai tanpa ujung
Bila tak benar-benar dirawat dengan sayang
Satu menit saja, tak perlu lama
Siram saja bunga rindu
Dengan luka tujuh rupa
Biar genap usia baru
Jangan lupa diberi pupuk
Taburkan doa di sepanjang lubuk
Tak perlu menunggu
Sebentar lagi akan panen masa lampau
Sumenep, 20 Oktober 2020
—
Novi Nur Islam, kelahiran Sumenep,20 November 2000. Menulis sejak aktif di Sanggar Kencana semasa MA, aktif dalam Komunitas Gubuk Puisi. Nominator Sayembara Puisi Rakyat Sumbar sekaligus Juara 3(2017). Antologi: Dari Demokrat Untuk Indonesia (2017), Tak Terdefinisi (2018), Perempuan yang Tak Layu Merindu Tunas Baru (2018), Surat Kecil Untuk Ayah (2018), Potret Kehidupan (2020). Kontributor Tabloid Lintas Sastra Puisi Nasional “Figur Need Sastra” sekaligus juara 2(2020). Pendidikan saat ini S1 Prodi Hukum Keluarga Islam di IAIN Madura.
One response
Terima kasih atas kesempatannya memuat tulisan saya. Semoga bermanfaat untuk banyak orang