Rofqil Junior

Puisi Roqil Junior

Luka Madura 1

sebuah kisah nyata, anakku, sepetak tanah dan nisan tanpa nama
diusir dari tidur panjang yang sebenarnya sudah tenang
rencana pembangunan mengabarkan ketegangan
tapi kau begitu lelap, anakku, puing-puing harap coba kaususun
selebihnya ia hanya bayang-bayang menggerogoti pikiran

siapa yang menyusun tangis sendirian, sayup terdengar
sepanjang halaman. sepanjang itu pula harapan tercipta
semestinya kau tidak begitu asyik dengan dengkur, anakku
sebab seluruh hal kini berubah ancaman, beberapa tahun ke depan
jalan ke rumahmu sudah lain dari biasanya

gedung penuding perut langit semakin membagi-bagi gerah
asap yang keluar dari hidung pabrik, meludahi langit kita
anakku! di kampung halaman kita tidak lagi perkasa

(2020)

Luka Madura 2

anakku, setelah suramadu terbentang lurus dadamu
kapal-kapal menepi di kening kamal, menjelma pengangguran
sepanjang harinya mengintip lalu lalang kendaraan
di atas laut birumu, di keheningan ombak warna-warni

kita masih bisa melihat, anakku, sayap camar mengusik bibir laut
sepasang tiang jembatan yang diincar saban sore
serta sebuah senja kita gelar, diam-diam sebelum petang

yang selalu kupanjat, anakku, agar kau tidak lelap
di rinai lampu zaman yang kian suram
sebab bila tiba, tanah kita sudah
tak seasin garam
dan laut mengering jadi batuan
sebuah tangis panjang kita tunaikan sama-sama, sayang!

(2020)

Mengurung Diri

demi udara menghitam dan ruap hanyat yang kurang lezat
aku mengurung diri, mohon luput dari sengat musim ini.
kematian semakin menghapus jarak pada kita. sedang kita
mencipta jarak lain

halaman kita sepi tiba-tiba, kemarau yang meninggi
menyentuh kening-kening pohon dan jemari ranting
kita hanya semakin berdiam di pojok kamar.
membakar perca-perca keinginan

(2020)

Elegi Jarak

_Covid-19

kini, sayang, jarak bukan sesuatu yang asing di padang pikiran
setiap jengkal jalan dan ruang di ujung kelokan
selalu mengerti betapa jarak harus benar tercipta hari ini
seiring kabar kematian, semakin mengalir ke seluruh penjuru aorta.
kita akan membiarkan langit di luar dikerubungi sepi-sepi
setelah kita menarik matahari tepat di tengah halaman

besok-besok, sayang, perpisahan sudah tidak begitu mengerikan
betapa jarak sudah banyak mengajari, mencipta sekat di tiap hari
dan jarak kita, sayang, terbuat dari perasaan sendiri-sendiri

(2020)

Sebuah Peristiwa

setelah hari terlepas dari kulit kalender
matahari menguning menjelma kalenjar
embun rela mengakhiri hidup di daun paling ujung
sedang di dadaku, mawar-mawar merah tumbuh
taman-taman cahaya dibangun dari tiap tepi keheningan

tahun semuram kenangan yang mengabu di ladang pikiran
sesekali berdebum di keheningan dada kita. merenungi setiap jalan hari-hari
sambil mencipta jarak abad wabah.

“di musim pandemi, Tuhan lagi apa?”

(2020)

Moh. Rofqil Bazikh (Rofqil Junior) lahir di Pulau Giliyang dan sekarang merantau di Yogyakarta. Puisinya termaktub dalam antologi Dari Negeri Poci 9; Pesisiran (KKK;2019), Dari Negeri Poci 10; Rantau (KKK;2020), Bulu Waktu (Sastra Reboan;2018),When The Days Were Raining (Banjarbaru Festival Literary 2019), Sua Raya (Malam Puisi Ponorogo; 2019), Membaca Asap (Komunitas Seni Sunting Riau) Segara Sakti Rantau Bertuah (Kepri 2019), Surat Berdarah di Antara Gelas Retak(2019), Dongeng Nusantara Dalam Puisi (2019), Bandara dan Laba-Laba (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali (2019). Saat ini sudah menulis puisi di pelbagai media cetak dan online antara lain; Minggu Pagi, Harian Merapi, Harian Rakyat Sultra, Bali Pos, Analisa, Pos Bali, Suara Merdeka, Banjarmasin Post, Malang Post, Radar Malang, Radar Banyuwangi, Radar Cirebon, Radar Madura, Cakra Bangsa, BMR Fox, Radar Jombang, Rakyat Sumbar, Radar Pagi, Kabar Madura, Takanta.id, Riau Pos, NusantaraNews, Mbludus.com, Galeri Buku Jakarta, Litera.co, KabarPesisir dll. Tahun 2019 menghadiri Seminar Internasional Sastra Indonesia di Bali.

Category
Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×