Kagunan Sekar Padma

Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang sebutan sebagai kota budaya karena sangat kental dengan warisan sejarah dan budaya kerajaan Mataram. Yogyakarta menjadi pusat budaya dan seni. Masyarakat Yogyakarta menyebut kesenian tersebut dengan istilah kagunan yang dapat diartikan pengungkapan akal budi melalui rasa keindahan (gambar, ukiran, tari, lagu dan lain-lain). Kesenian (kagunan) yang terdapat di Yogyakarta sebagian merupakan karya intelektual keraton Yogyakarta dan Pakualaman. Kedua keraton tersebut dilambangkan dengan bunga teratai (sekar padma). Bunga tersebut juga melambangkan kedekatan penguasa dengan rakyat (kerakyatan).

Perkembangan seni tradisional tersebut tidak lepas dari perkembangan ekonomi, sosial dan politik. Zaman keemasan pengembangan seni tari dan drama di keraton Yogyakarta (tahun 1920- 1930-an) lebih banyak dimotori oleh Sultan Hamengku Buwana VIII. Pada masa tersebut banyak perusahaan swasta mendirikan pabrik gula. Pendapatan keraton dari pabrik gula (terutama dari sewa tanah) sebagian dipakai untuk membiayai kehidupan kesenian. Seperti latihan, peralatan (gamelan, pakaian dan lain-lain) dan pertunjukan seni yang sangat megah. Selain untuk kesenian pendapatan tersebut juga digunakan untuk biaya pendidikan bagi keluarga bangsawan. Pihak Paku Alam tidak ketinggalan juga melakukan hal yang sama.

Keraton Yogyakarta dan Pakualaman menghasilkan banyak ahli seni terutama seni tari dan seni musik. Sebagian merupakan putra dalem (anak raja), sedang yang lain anak bangsawan yang mengabdi di lingkungan keraton. Misal RM. Jayadipura, GBP Tejakusuma, PH. Suryodiningrat, KRT Wiroguno (Yogyakarta), kemudian P. Suryaningrat, Suwardi Suryaningrat, Noto Suroto (Pakualaman). Atas jasa mereka pulalah kesenian yang semula hanya khusus untuk kalangan dan dipergelarkan di dalam keraton, dapat keluar dari tembok keraton dan mengalami perkembangan.  Tentu saja ada batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi. 

Krida Beksa Wirama adalah salah satu sanggar untuk belajar seni. Pendiri serta penggeraknya Pangeran Tejakusuma, Pangeran Suryaningrat dan RM. Jayadipura. Muridnya beragam berasal dari kalangan bangsawan maupun masyarakat kebanyakan bahkan orang asing. Keterbukaan juga membuat seni (tari atau yang lain) dapat dipergelarkan di luar negeri, baik karena misi kebudayaan/kesenian maupun melalui pelajar/mahasiswa yang belajar di luar negeri. Selain itu kesenian juga berpeluang untuk dikomersialkan yang dapat dipadukan dengan pariwisata.

Judul : Kagunan Sekar Padma. Kontinuitas dan Perkembangan Kesenian         Tradisional   Di Yogyakarta Awal anad XX

Penulis   : Darto Harnoko, Indra Fibiona

Penerbit   : BPNB, 2021, Yogyakarta

Bahasa   : Indonesia

Jumlah halaman : vi + 154

Tradisional Di Yogyakarta Awal anad XX

Tags

No responses yet

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    ×